Skip to main content

Chavez bagi Kita



BERITA kematian Hugo Chavez, Presiden Venezuela menjadi headline dunia, tidak terkecuali Indonesia. Banyak pelajaran berharga dari sosok ini, diantaranya adalah bagaimana rakyat harus menjadi tujuan dari penyelenggaraan suatu negara.

Sebelum berita kematiannya, nama Chavez seringkali muncul di media massa baik cetak maupun elektronik. Pemberitaan di media-media tersebut tidak jauh dari seputar sepak terjangnya yang ditemui pada sosok pemimpin sebuah negara.

Chavez bukan sekadar presiden bagi rakyat Venezuela, akan tetapi dia juga sumber inspirasi bagi seluruh dunia. Sikap politiknya membuat banyak orang tersadar bahwa cengkraman neo-liberalisme sudah sangat menghujam kuat ke dalam urat nadi negara-negara dunia. Chavez menganggap negara dari Eropa dan Amerika Serikat menggunakan kapitalisme dan neo-liberalisme untuk menghegemoni negara-negara lain, utamanya negara berkembang.

Orang kebanyakan menyebut dia sebagai seorang sosialis karena penolakannya yang tegas terhadap kapitalisme. Tapi sebenarnya, bagi rakyatnya Chavez tidak menerapkan sosialisme dalam artian yang telah dipahami oleh banyak orang. Chavez tidak menggunakan sosialisme murni, akan tetapi sosialisme yang telah dimodifikasi sesuai dengan jiwa rakyat Venezuela. Sosialisme yang diterapkannya tak lain merupakan populisme, yakni gaya memerintah dengan selalu mengambil kebijakan atas dasar pemihakan terhadap rakyat lemah Venezuela.

Dalam pimpinan Chavez, rakyat Venezuela termasuk masyarakat awamnya diwajibakn untuk mempunyai buku panduan konstitusi negara. Buku ini dimaksudkan agar semua rakyat negaranya memahami benar hak mereka sebagai warga negara. Seringkali dalam kunjungannya ke daerah-daerah pelosok negeri, Chavez menanyakan langsung kepada warga, “apakah anda tahu hak anda dalam konstitusi?”, “apakah anda tahu apa saja konstitusi kita?”, dan pertanyaan-pertanyaan senada.

Chavez menghapus stigma negatif bahwa sosialisme itu lekat dengan otoriter, totaliterianisme. Bahkan lebih dari itu, pemerintahan Venezuela di bawah Chavez meletakkan demokrasi dalam arti yang sebenarnya. Demokrasi bukan dalam artian hanya sebagai seperangkat sistem prosedural semata, akan tetapi demokrasi benar-benar pemerintahan yang berasal dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.

Pemihakannya terhadap rakyat bukan tanpa resiko dan perlawanan. Musuh terbesar Chavez tentu saja adalah para pemilik modal, para kapital, baik dari luar negeri maupun dari dalam negeri. Akan tetapi, pengalamannya di militer membuat Chavez lihai memainkan strategi meredam orang-orang yang tidak sepakat dengan keyakinannya.

Gelombang Merah Muda 

Sikap presiden Chavez tidak berdisi sendiri dalam ruang hampa. Dia banyak terpengaruh dari gerakan penolakan negara-negara Amerika Latin terhadap agresifitas Eropa dan Amerika Serikat. Geliat penolakan ini bergerak di berbagai sektor kehidupan sebelum akhirnya merembet ke wilayah politik.

Terinspirasi dari seorang tokoh Simone Bolivar, Chavez secara istiqomah terus menggelorakan revolusi di Venezuela, Revolusi “Bolivar”ian-isme. Di tangan dia, Venezuela mengambil alih kepemilikan perusahan pengelola minyak di negaranya. Chavez mengerti bahwa dengan cadangan minyaknya revolusi di Venezuela bisa lancar. Dengan minyak Venezuela bisa bernegosiasi dan memberikan kedudukan yang sejajar dalam perdebatan ideologi dan sistem penyelenggaraan negara. 

Chavez pun rajin menjalin hubungan dekat dengan pemimpin negara-negara yang sama, menolak neo-liberalisme dan kapitalisme. Dia amat dekat dengan Ahmadinejad, kedekatan ini tergambar saat Ibunda Chavez memeluk erat presiden Iran itu saat pemakaman jenazah Chavez. Chavez juga dekat dengan Fidel Castro yang kemudian diteruskan kepada Raul Castro di Kuba.

Selain itu, Chavez juga bersekutu padu dengan Evo Morales di Bolivia, Rafael Correa di Ekuador, dan Daniel Ortega di Nikaragua. Negara-negara Amerika Latin ini bergerak dalam satu koridor yang disebut pink tide (gelombang merah muda). Semua negara yang menjain hubungan dengan Chavez mempunyai sikap yang sama dalam menyikapi situasi politik dunia. Mereka lebih memilih untuk berdaulat atas tanah dan airnya sendiri, berjalan dengan kakinya sendiri, meskipun harus tertatih-tatih, daripada harus rela tunduk pada sistem manipulasi hutang dan pelipatgandaan modal.

Pasca Chavez

Kematian Chavez sontak membuat berbagai kalangan bertanya-tanya bagaimana kelanjutan drama sosialisme ala Chavez. Bagaiamana pula nasib rakyat Venezuela? Tentu kita akan menunggu perkembangan seanjutnya. Akan tetapi sudah banyak skenario tentang masa depan Venezuela yang diperkirakan oleh banyak orang.

Skenario pertama, Venezuela pasca Chavez akan membuat rakyat kembali dibawa pada sistem kapitalis. Chavez menurut banyak ahli, sangat mengandalkan ketokohannya dalam menyebarkan paham sosialisme. Saat dia belum selesai merubah ideologi Veneuela, dia meninggal dan akan membuat banyak penentangnya untuk berusaha kembali merebut hati rakyat Venezuela, meski berdarah-darah. Kebalikannya, skenario kedua memperkirakan sosialisme dan gerakan anti neo-liberalisme yang sudah ditanamkan Chavez akan bertahan lama.

Akan tetapi, masa depan selalu lebih abu-abu dari prediksi analitik semata. Akan lebih banyak kemungkinan tentang masa depan sosialisme di Venezuela pasca Chavez. Akan tetapi, Wakil Presiden Venezuela Nicolas Maduro membuat kemungkinan terjadinya skenario kedua semakin besar. Seperti yang diketahui, Presiden Chavez pernah menginginkan Maduro menggantikan posisinya nanti jika dia tidak mampu lagi menjadi presiden. Akan tetapi jangan lupakan Henrique Capriles, Pemimpin partai oposisi Venezuela. Keduanya akan bertarung dan menentukan nasib rakyat Venezuela dan mewarnai pertarungan ideologi politik dunia 14 April mendatang.

Terakhir, apapun yang terjadi, Chavez bagi orang Indonesia bukan siapa-siapa, dia juga manusia biasa. Tapi tidak ada salah sedikit pun jika kita mengambil pelajaran dari sosok ini dan peristiwa yang terjadi di sekitarnya. Setidaknya kita bisa mendapatkan contoh sikap yang bulat untuk melindungi kedaulatan rakyatnya. Semoga Indonesia bisa terlepas bebas dari jerat Neo-liberalisme dan Kapitalisme atau apapun yang mengancam kedaulatan rakyat negeri ini. Wallahu a’lamu.[AR]

Comments

Popular posts from this blog

Syekh Magelung Disambut Ki Gede Karangkendal (3)

Gerbang menuju makam Ki Krayunan, yang dikenal dengan nama Ki Gede Karangkendal, Ki Tarsiman dan Buyut Selawe. Dok. Pribadi. ATAS perintah Sunan Gunung Jati, Syekh Magelung menuju ke arah utara, daerah Karangkendal.   Daerah Karangkendal saat itu bukan daerah kosong yang tidak ada penghuninya. Saat Syekh Magelung datang ke Karangkendal, di situ sudah ada pemukiman yang dipimpin oleh Ki Krayunan yang mendapat gelar Ki Gede Karangkendal.   Gelar tersebut bukan gelar yang diberikan rakyat melainkan sebuah gelar kepangkatan. Adapun tanda kepangkatannya sebagai Ki Gede Karangkendal adalah bareng sejodo / bareng jimat . Tanda kepangkatan tersebut diberikan langsung oleh Mbah Kuwu Cirebon kepadanya. Di daerah Karangkendal sendiri terdiri dari dua karang (tanah) yang dipisahkan oleh sebuah sungai kecil. Daerah sebelah utara disebut Karang Krayunan sementara daerah sebelah selatan disebut Karang Brai. Ki Gede Karangkendal disebut juga dengan nama Ki Krayunan karena menempati d

Para Murid Syekh Magelung (4)

Suasana sore hari di sekitar depok di dalam komplek Makam Syekh Magelung Sakti. Dok. Pribadi.  SEPENDEK yang penulis ketahui, banyak sekali murid yang pernah belajar di Pesantren Karang Brai. Akan tetapi, murid Syekh Magelung yang termashur diantaranya adalah Ki Jare/Ki Campa, Ki Tuding/Ki Wandan yang kuburannya dapat ditemukan di Desa Tegal Semaya Kecamatan Krangkeng Kabupaten Indramayu. Kemudian ada Raden Mantri Jayalaksana dari Desa Wanakersa (sekarang Desa Kertasura) Kecamatan Kapetakan Kabupaten Cirebon, Ki Braja Lintang (Ki Lintang) dari Rengasdengklok Karawang, Ki Buyut Tambangan, Ki Gede Ujung Anom, Ki Pati Waringin, Nyi Gede Manukan dan Ki Gede Tersana dari Kertasemaya, Kabupaten Indramayu. Di bawah ini adalah sebagian cerita rakyat mengenai beberapa murid Syekh Magelung sakti:

Pangeran dari Negeri Syam (1)

Petilasan Syekh Bentong dan Jaka Tawa. Dok: pribadi. ALKISAH , ada seorang pangeran dari Negeri Syam yang memiliki sebuah kesusahan, rambutnya tak bisa dipotong. Rambutnya terus tumbuh dan tumbuh hingga sang pangeran telah dewasa. Hal itu tentu menggelisahkan. Suatu hari, dalam sebuah kepasrahan total kepada Sang Pencipta, dia mendengar sebuah suara yang merasuk ke kalbunya. Suara halus itu mengisyaratkan kepadanya ada seseorang di Tanah Jawa yang bisa memotong rambutnya yang panjang tersebut. Sebuah kabar yang menggembirakan. Dia pun berangkat ke Jawa dengan membawa dua perahu besar. Perahu pertama membawa perbekalan seperti makanan dan minuman. Sementara perahu kedua membawa kitab suci Al-Quran dan kitab-kitab lainnya tentang agama Islam dari negerinya. Sebelum sampai ke Tanah Jawa, dia singgah di beberepa tempat diantaranya adalah daerah Cempa dan Wandan. Dari dua daerah tersebut dia membawa serta dua orang yang kelak menjadi orang kepercayaannya.