Skip to main content

Posts

Showing posts from October, 2017

Setaman: Hikayat Para Penyiram Bunga

MEMBACAI  kembali tulisan teman-teman fasilitator Sekolah Cinta Perdamaian (Setaman) membuatku merasa bahwa menyebarluaskan semangat toleransi itu tidak mudah. Pekerjaan ini sangat susah bahkan mungkin sedikit gila. Betapa tidak, mereka harus berjibaku, telaten, mengenalkan dengan sabar dan tentu saja mengalami banyak penolakan. Minimalnya mereka ‘mencicipi’ menjadi korban stigma. Tapi pekerjaan itu tetap mereka lakukan. Ini hebat. Setaman digelar di lima daerah, Kota Cirebon, Kabupaten Cirebon, Indramayu, Majalengka dan Kuningan. Di lima daerah tersebut, fasilitator-fasilitator Setaman yang kebanyakan anak-anak muda menularkan gagasan, semangat dan nilai toleransi di tengah bangsa yang beragam. Mereka melampaui cara mengampanyekan toleransi dan pluralisme melalui paparan teoritis. Mereka mencoba mendobrak dengan melakukan pembumian nilai-nilai itu kepada anak-anak muda. Mereka melatih diri terlebih dulu sebagai fasilitator untuk kemudian menjadi fasilitat

Memberantas Korupsi di Daerah

PERTENGAHAN Maret 2017 kemarin, publik dihebohkan dengan turunnya penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ke Kota Cirebon. Mereka memeriksa beberapa orang pejabat di lingkungan Pemerintah Kota Cirebon terkait penjualan tanah di Jalan Cipto.  Meskipun kasus ini masih terlalu dini untuk disimpulkan tapi ini cukup membuat masyarakat terperanjat. Apalagi mengingat Cirebon mempunyai catatan yang tak terlalu baik ihwal tindak pidana korupsi. Ingatan publik tentu tak akan pernah lupa dengan tragedi korupsi yang pernah menjerat sekitar 30-an anggota DPRD Kota Cirebon periode 1999-2004. Kasus korupsi ini menjadi korupsi paling besar dalam sejarah pemerintahan Cirebon. Korupsi ini dilakukan secara berjamaah dan tentu saja mencoreng muka ‘kota wali’ ini. Tidak cukup sampai di situ, pada 2010 Transparency International Indonesia (TII) merilis Indeks Persepsi Korupsi Indonesia (IPK-Indonesia). TII membidik pelaku bisnis di 50 kota dengan total 9.237 responden. Dan Kota Cire

Perempuan Bukan Manusia Kedua

  Ilustrasi: Pixabay ADA yang menarik saat Menteri Luar Negeri RI, Retno LP Marsudi menerima penghargaan dalam acara yang digelar Badan Perempuan PBB dan Forum Kemitraan Global di Markas Besar PBB, Manhattan, New York, AS, Rabu 20 September 2017 lalu. Dalam sambutannya, Retno mengatakan bahwa sebagai perempuan dia dikaruniai naluri keibuan.  Dengan naluri itu, dia menjalankan tugas-tugasnya. Menteri Luar Negeri RI perempuan pertama itu yakin, semakin banyak naluri positif itu digunakan, dunia akan semakin damai. Menurut saya, pernyataan Ibu Retno ini secara tersirat menghadirkan kembali sebuah narasi perlawanan femininitas terhadap hegemoni maskulinitas. Bahwa sifat keperempuanan itu tak selamanya lemah dan berada di bawah sifat kelaki-lakian. Bisa jadi, justru sifat keperempuanan itulah yang akan mengubah dunia menjadi lebih baik.  Jauh sebelum zaman ini, perempuan memang dipercaya sebagai aktor penting yang membuat kehidupan menjadi makmur. Dalam mitologi di Jawa da