SETIAP kali ngobrol dengan Buya, otakku berdegup kencang. Ngos-ngosan seperti kuli angkut pelabuhan yang kelebihan beban. Bagaimana tidak, yang dia obrolkan masalah-masalah kelas kakap. Berat. Masalah peradaban. Sesuatu yang bagi kebanyakan orang, mungkin akan bilang kurang kerjaan. Kok mikiri sesuatu yang bukan urusanku, ngawang-ngawang atau mikiri jeh kang langka duit e (memikirkan yang tidak mendatangkan uang), atau mikiri jeh nasib orang lain. Iya, tapi itulah KH Husein Muhammad. Orang-orang di sini suka memanggilnya Buya Husein. Saya sangat sering bertemu dan ngobrol dengan Buya. Dari setiap obrolan dengan tema yang berbeda dari mulai gender, demokrasi, pluralisme, hingga isu-isu aktual, saya menangkap ada hal yang menggelisahkan beliau. Kegelisahan inilah yang membuatnya tak pernah berhenti berpikir, membaca literatur masa lampau untuk kemudian menuliskan hasil refleksinya. Buya mengatakan bahwa umat Islam masih dibayangi masa lalu. Dia tak habis pikir, kenapa ...
Tutur tinular dari mulut ke mulut