Skip to main content

Pangeran dari Negeri Syam (1)

Petilasan Syekh Bentong dan Jaka Tawa. Dok: pribadi.
ALKISAH, ada seorang pangeran dari Negeri Syam yang memiliki sebuah kesusahan, rambutnya tak bisa dipotong. Rambutnya terus tumbuh dan tumbuh hingga sang pangeran telah dewasa. Hal itu tentu menggelisahkan. Suatu hari, dalam sebuah kepasrahan total kepada Sang Pencipta, dia mendengar sebuah suara yang merasuk ke kalbunya. Suara halus itu mengisyaratkan kepadanya ada seseorang di Tanah Jawa yang bisa memotong rambutnya yang panjang tersebut. Sebuah kabar yang menggembirakan.

Dia pun berangkat ke Jawa dengan membawa dua perahu besar. Perahu pertama membawa perbekalan seperti makanan dan minuman. Sementara perahu kedua membawa kitab suci Al-Quran dan kitab-kitab lainnya tentang agama Islam dari negerinya. Sebelum sampai ke Tanah Jawa, dia singgah di beberepa tempat diantaranya adalah daerah Cempa dan Wandan. Dari dua daerah tersebut dia membawa serta dua orang yang kelak menjadi orang kepercayaannya.

Setelah melalui pelayaran yang melelahkan, Pangeran akhirnya tiba di Tanah Jawa. Perahunya berlabuh di sebuah tanjung dekat sungai Kedung Pane, Cirebon. Di muara sungai tersebut, Pangeran Syam bertemu dengan seorang tua bijak bernama Syekh Bentong. Kepada orang tua itulah dia banyak belajar tentang tanah dan karakter masyarakat yang hidup di daerah yang sedang dijejak kakinya tersebut.

Pangeran pun tak lupa menceritakan maksud dan tujuannya datang ke Tanah Jawa. Dia ceritakan pula pengalaman batinnya saat ada suara yang membimbingnya untuk pergi berlayar jauh dari kampung halaman. Oleh Syekh Bentong, Pangeran dari Syam itu diarahkan untuk berjalan ke arah selatan agar bisa bertemu dengan orang yang dimaksud.

Sang pengelana itu pun berjalan ke arah yang dimaksud sambil terus bertanya kepada setiap orang yang ditemuinya. Menanyakan tentang seseorang sakti mandraguna yang mampu memotong rambutnya. Hingga dalam perjalanan itu dia bertemu dengan seorang tua berwibawa yang pembawaannya berbeda dari orang biasa. Dia pun tak lelah untuk kembali menanyakan tentang keberadaan seorang wali yang bisa memotong rambutnya.

Orang tua itu meminta Sang Pangeran berputar dan membelakanginya agar bisa melihat rambutnya yang panjang itu. Benar saja, rambutnya menjuntai hingga menyentuh tanah. Pada saat itulah, orang tua yang tak lain adalah Sunan Gunung Jati itu memberikan julukan kepada Syarif Syam, Magelung (rema digelung, arti: rambut yang digelung) kepada Pangeran Syam.

Membentuk kedua jarinya seperti gunting, Sunan Gunung Jati memotong rambut Si Magelung dengan begitu mudah. Ternyata, wali yang dimaksud oleh suara tanpa rupa yang mendatangi Si Magelung saat masih berada di Syam tidak lain adalah Sunan Gunung Jati yang kini berada di dekatnya.

Setelah merasa rambutnya terpotong, Si Magelung pun sekejap membalikkan badan bermaksud menghadap hormat kepada orang tua tadi. Aneh bin ajaib, orang tua tersebut sudah tidak berada di tempatnya semula, dia menghilang dalam sekedipan mata. Si Magelung pun penasaran mengenai sosok Sunan Gunung Jati dan berniat untuk menjadi muridnya. Dengan tekad bulat, Pangeran dari Negeri Syam itu memutuskan untuk mencarinya, mengembara di daerah yang belum pernah dia kenal sebelumnya: Cirebon.*** (bersambung)

Comments

Popular posts from this blog

Syekh Magelung Disambut Ki Gede Karangkendal (3)

Gerbang menuju makam Ki Krayunan, yang dikenal dengan nama Ki Gede Karangkendal, Ki Tarsiman dan Buyut Selawe. Dok. Pribadi. ATAS perintah Sunan Gunung Jati, Syekh Magelung menuju ke arah utara, daerah Karangkendal.   Daerah Karangkendal saat itu bukan daerah kosong yang tidak ada penghuninya. Saat Syekh Magelung datang ke Karangkendal, di situ sudah ada pemukiman yang dipimpin oleh Ki Krayunan yang mendapat gelar Ki Gede Karangkendal.   Gelar tersebut bukan gelar yang diberikan rakyat melainkan sebuah gelar kepangkatan. Adapun tanda kepangkatannya sebagai Ki Gede Karangkendal adalah bareng sejodo / bareng jimat . Tanda kepangkatan tersebut diberikan langsung oleh Mbah Kuwu Cirebon kepadanya. Di daerah Karangkendal sendiri terdiri dari dua karang (tanah) yang dipisahkan oleh sebuah sungai kecil. Daerah sebelah utara disebut Karang Krayunan sementara daerah sebelah selatan disebut Karang Brai. Ki Gede Karangkendal disebut juga dengan nama Ki Krayunan karena menempati d

Para Murid Syekh Magelung (4)

Suasana sore hari di sekitar depok di dalam komplek Makam Syekh Magelung Sakti. Dok. Pribadi.  SEPENDEK yang penulis ketahui, banyak sekali murid yang pernah belajar di Pesantren Karang Brai. Akan tetapi, murid Syekh Magelung yang termashur diantaranya adalah Ki Jare/Ki Campa, Ki Tuding/Ki Wandan yang kuburannya dapat ditemukan di Desa Tegal Semaya Kecamatan Krangkeng Kabupaten Indramayu. Kemudian ada Raden Mantri Jayalaksana dari Desa Wanakersa (sekarang Desa Kertasura) Kecamatan Kapetakan Kabupaten Cirebon, Ki Braja Lintang (Ki Lintang) dari Rengasdengklok Karawang, Ki Buyut Tambangan, Ki Gede Ujung Anom, Ki Pati Waringin, Nyi Gede Manukan dan Ki Gede Tersana dari Kertasemaya, Kabupaten Indramayu. Di bawah ini adalah sebagian cerita rakyat mengenai beberapa murid Syekh Magelung sakti: