Aku terbayang lagi wajahmu Yang wujudnya tak bisa lagi dimengerti Apinya telah padam, menjelma gelap Tapi panasnya tak juga hilang Tangis dan jeritanmu waktu itu Mengiris-iris seluruh badanku Sakitmu itu kini tak lagi nampak Tapi ngiluku bersemayam semakin dalam Kau anakku dan aku ayahmu Dan kau sendirian di sana Katanya di surga Katanya akan memanggil kami, bersamamu Benar tidaknya tak peduli Tapi kau anakku dan aku ayahmu Aku sakit setiap mendengar laramu Ngilu ini sungguh menyiksa Bagaimana bisa aku menjerit untuk melepaskannya Sementara orang-orang di sekitarku tak melihatmu Lusa 100 harimu Saat ini, di atas kereta kau duduk di sampingku Dan kuciumi pipimu Kusapu rambutmu dengan tanganku Dadaku berdetak kencang Tanganku gemetaran Kakiku kaku Mataku berlinang kenangan Kupeluk tubuhmu yang ringkih Tak ada kehangatan Tersisa hanya dingin Kau sekejap menjadi angin Aku menangisi diriku sendiri Anggit, kemarilah Kau tahu, aku sedang berkalang ...
Tutur tinular dari mulut ke mulut