Skip to main content

Posts

Showing posts from May, 2017

Kejahatan Orang Baik

SEPINTAS , kebaikan dan kejahatan amat mudah dibedakan seperti memilah antara hitam dan putih. Begitupun saat selintas membedakan antara cinta dan benci. Tapi dunia tak hanya menghadirkan realitas secara dikotomis bukan? Realitas ternyata lebih tidak bisa dimengerti pikiran. Daya pikir yang serba biner, hitam putih, tak lain hasil dari kerja otak untuk mengkategorisasi dan membeda-bedakan satu dengan lain hal. Nyatanya tak ada yang melulu baik atau jahat, yang begitu murni cinta dan bencinya. Semuanya saling bercampur, berkait bahkan kadang beralih tempat. Yang jahat adalah baik dan yang baik adalah kejahatan itu sendiri. Ada cinta yang begitu besar hingga mewujud dalam tindak kebencian dan ada kebencian yang sangat hingga nampak sebagai kasih.   Hidup dan kematian Socrates (470-399 SM) barangkali akan mengilhami kita tentang bertapa absurdnya kebaikan dan kejahatan. Ia adalah seorang filsuf Athena, Yunani yang mendobrak sistem dan tata nilai serta pengetahuan orang-orang

83 Tahun Berkiprah, Ansor Tak Lengah

Oleh: Rini Kustiasih Musik kasidah menyapa setiap tamu yang hadir saat peringatan hari lahir Gerakan Pemuda Ansor, organisasi kepemudaan Nahdlatul Ulama, di Kantor Pusat GP Ansor, Jakarta, Jumat (5/5) malam. Hujan membuat ratusan kader Ansor dan Barisan Ansor Serbaguna atau Banser semakin larut menikmati musik sajian grup Qasima dari Magelang, Jawa Tengah. Sambil menggelesot di halaman kantor, yang dijadikan panggung mini untuk acara, sebelum menikmati musik kasidah, kader Ansor mengikuti pembacaan tahlil. Setelah itu, satu per satu lagu bercorak Islami dibawakan grup Qasima, mulai dari “Shalawat Badar” hingga “Magadir”. Musik atau seni pada umumnya bukan hal tabu bagi Ansor yang mengikuti paham keagamaan yang dikembangkan Nahdlatul Ulama. NU sendiri menginduk kepada tradisi Islam Walisongo, kelompok wali yang menyebarkan Islam sejak abad ke-13, yang banyak menggunakan kesenian dan tradisi serta kearifan lokal sebagai infrastruktur agama. Salah satu kader Ansor, Mar

Islamisasi Indonesia vs Indonesianisasi Islam

SAYA dan banyak kawan barangkali terheran-heran mengapa begitu banyak orang Islam yang rela turun ke jalan, berpanas-panasan dan menempuh jarak yang tidak dekat demi Aksi Bela Islam III 2 Desember 2016 kemarin. Saya juga tak menduga, beberapa kawan saya yang merupakan alumni pesantren ikut dalam aksi tersebut padahal PBNU dengan tegas melarang warganya ikut aksi 212. Beberapa kawan yang lain menyampaikan dukungan dan simpati terhadap aksi tersebut lewat media sosial. Aksi Bela Islam III yang merupakan aksi lanjutan menuntut Gubernur Jakarta non-aktif, Basuki Tjahaja Purnama Ahok dihukum tegas dalam kasus dugaan penistaan agama, tak lain menurutku karena adanya umat Islam yang mengambang. Mengambang di sini disebabkan pemahaman yang belum selesai tentang Islam dan Indonesia. Ada yang belum selesai dalam diri sebagian umat Islam tentang Islam yang diamalkan bangsa Indonesia. Islam sebagai keyakinan memang merupakan satu hal yang final. Tidak bisa diotak-atik oleh

‘Kenyamanan Isi’ Dua Entitas Budaya: Islam dan Nusantara

KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur menurutku adalah orang yang demikian cerdas mencermati masyarakat Indonesia. Salah satu i khtiar nya adalah saat memaknai hubungan agama dengan kearifan lokal masyarakat Nusantara. Beliau menulis gagasan yang begitu terkenal : Pribumisasi Islam. Saya memahami, p ribumisasi Islam bukan lah sebuah konsep gerakan tapi lebih sebagai abstraksi kecerdasan penggagasnya bahwa di Nusantara ini telah terjadi sebuah proses peradaban yang kemudian disebut pribumisasi Islam. Ialah ‘menjadi pribuminya ajaran-ajaran Islam’. Pribumisasi mengandaikan bahwa proses ini terjadi terus menerus dan tidak berhenti di satu titik. Proses menjadi pribumi tersebut penuh dinamika dan mempunyai karakter yang berbeda di setiap zamannya. Juga kemungkinan di masa depan. Pribumisasi tidak anti-kemajuan. Pribumisasi Islam juga mengandaikan bahwa proses ini tidak berlangsung secara politis karena tidak terjadi seketika, melainkan terjadi secara budaya dengan sangat per