Skip to main content

Posts

Showing posts from October, 2016

Kegamangan Epistemologis 'Wong Cerbon'

TIGA tahun lalu, saat ke lapangan untuk mengumpulkan data Tesis Sarjana saya di Institut Studi Islam Fahmina (ISIF) Cirebon, saya menemukan ketidakpercayaan diri dari seorang pribumi di Desa Karangkendal. Namanya Syatori, dia guru SD di Karangkendal yang menulis cukup banyak tentang legenda Syekh Magelung Sakti. Saya pun mendatanginya karena dia dipercaya masyarakat sebagai orang yang paling tahu legenda tersebut. Benar saja, dia sangat fasih bercerita tentang Syekh Magelung.  Dia juga sudah menuliskan legenda itu dalam beberapa makalah dan artikel. Tapi, ada sebersit ragu di dalam dadanya. Pak guru itu selalu bertanya, apakah cerita yang ia tuliskan tersebut sejarah ataukah bukan? Andai sejarah yang ia tuliskan, tentu saja cerita tersebut harus dipangkas habis sesuai dengan metodologi ilmu sejarah. Dan kalau cerita itu harus disebut sejarah, maka dia yakin 99 persen bagian dari cerita itu harus dihapus. Seperti legenda dan cerita rakyat di mana-mana, ia tak logis, tak

Strukturalisme: Sebuah Pengantar Diskusi Buku di Ghuraba Circle

STRUKTURALISME menjalar di semua semikiran sosial Perancis pada 1960-an. Pemikiran strukturalisme juga merupakan titik awal dari lahirnya posstrukturalisme dan posmodernisme. Strukturalisme adalah sebuah reaksi melawan humanisme Prancis, terutama eksistensialis Jean-Paul Sartre. Dengan begitu, kita harus melihat kemunculan strukturalisme, poststrukturalisme dan posmodernisme dalam pertentangannya dengan humanisme eksistensialisme. Dalam karya-karya awalnya, Sartre memusatkan perhatian pada kebebasan individu. Apa yang dilakukan seseorang ditentukan dirinya sendiri, bukan aturan sosial atau struktur sosial. Namun dalam perkembangannya, Sartre tertarik pada teori Marxis. Meski dia tetap berfokus pada “ individu bebas ”, tapi individu tersebut kini tersituasikan dalam sebuah struktur sosial yang massif dan menindas.   Gila Hayim (1980) melihat ada semacam keberlangsungan antara awal dan akhir pemikiran Sartre. Dia melihat Sartre dalam   Being and Nothingness   (1943)

Jihadnya Muslim Indonesia Itu Melawan Korupsi

Judul Buku: Jihad Nahdlatul Ulama Melawan Korupsi Penulis: Marzuki Wahid dan  Hifdzil Alim  (ed), Mahbub Maafi Ramdlan, Muhammad Nurul Irfan dan Rumadi Ahmad. Penerbit: Lakpedam PBNU Tebal: XVI +175 KORUPSI di Indonesia sepertinya tak kunjung usai. Dari hari ke hari, media massa memberitakan tindak pidana korupsi terungkap, pelakunya tertangkap. Mengikuti kasus-kasus korupsi seakan mengikuti drama seri yang ceritanya tak berpangkal ujung. Kini pun semua orang tahu, korupsi tidak hanya menjangkiti lembaga eksekutif dan legislatif. Dia juga sudah merasuki lembaga peradilan (yudikatif), lembaga tempat harapan terakhir masyarakat dalam penegakkan hukum digantungkan. Setelah tiga lembaga utama dalam negara demokrasi (trias politika) tersebut dijangkiti korupsi, harapan agar Indonesia terbebas dari korupsi pun seolah sirna. Bagaimana tidak, penangkapan demi penangkapan koruptor sudah sering dilakukan baik oleh kepolisian maupun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Padahal,

Ulama-Santri Menggugat Sejarah “Resmi”

Judul: Laskar Ulama-Santri dan Resolusi Jihad: Garda Depan Menegakkan Indonesia (1945-1949) Penulis: Zainul Milal Bizawie Penerbit: Pustaka Compass Tahun: 2014 SEJARAH tak hanya ditulis oleh para pemenang saja, tetapi juga dia dilahirkan dari rahim kekuasaan. Pada tahap selanjutnya, perkawinan keduanya pelan tapi pasti membentuk metanarasi yang menyembunyikan yang “liyan” di balik jubah kebenaran versi penguasa. Metanarasi dalam sejarah bangsa ini menahbiskan apa yang disebut dengan sejarah sebagai yang direstui dan distempel penguasa dan kemudian disebut sejarah “resmi”. Sejarah yang tidak direstui, karena satu dan lain sebab, kemudian perlahan tapi pasti mulai tersingkir. Di masa Orde Baru, militerisasi penulisan sejarah terjadi secara sistematis hingga disebarkan secara luas ke seluruh relung pendidikan di Indonesia. Dalam sejarah Orde baru, Indonesia digambarkan sebagai bayi yang diselamatkan para tentara. Dengan demikian, peran orang di luar tentara seperti para

Meneropong Dialektika Fiqh Indonesia

Judul : Fiqh Indonesia: Kompilasi Hukum Islam dan Counter Legal Draft Kompilasi Hukum Islam dalam Bingkai Politik Hukum Indonesia Penulis : Marzuki Wahid ISBN : 979245794-1 Tebal: xlix + 484 Terbit: 2014 Penerbit: ISIF dan Marja  FIQH atau hukum Islam merupakan pemahaman umat Islam atas teks di dalam Al-Quran ataupun Hadis. Karena dia adalah pemahaman, maka dia selalu tergantung dengan konteks pemahaman yang melingkupinya. Artinya, fiqh menampilkan wajahnya sesuai dengan karakter umat Islam di suatu zaman dan tempat tertentu. Karakter, masa dan ruang yang berbeda dimana umat Islam hidup akan menghasilkan hukum yang berbeda pula. Fiqh berbeda dengan Al-Quran yang bersifat qadim, lintas batas ruang dan waktu. Kalau hukum di dalam Al-Quran bersifat mutlak maka fiqh bersifat fleksibel dan dinamis. Fiqh di Arab Saudi tentu berbeda dengan yang ada di Yaman. Begitupun dengan fiqh yang ada di Indonesia. Begitulah kiranya yang ingin ditunjukkan penulis buku ini, KH M

Merekam Kejujuran Memandang Kehidupan

Judul: Dari Hari ke Hari Penulis: Mahbub Djunaedi Penerbit: Surah Sastra Nusantara Tahun: 2014 NOVEL Dari Hari ke Hari sejatinya pernah diterbitkan Pustaka Jaya pada tahun 1975. Kemudian baru pada tahun 2014, oleh Surah Sastra Nusantara, novel pemenang sayembara mengarang roman dari Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) tahun 1974 ini kembali diterbitkan. Penerbitan kembali tersebut tentu mengingatkan kembali kepada penulisnya, Mahbub Djunaedi, yang merupakan tokoh penting dalam sejarah bangsa, khususnya di dunia tulis-menulis. Novel Dari Hari ke Hari bercerita tentang perjalanan tokoh utama yakni seorang anak kecil dari Jakarta ke Yogyakarta beserta lika-likunya. Dia ikut pindah dengan orang tuanya, seorang pejabat pemerintahan, menyusul perpindahan Ibu Kota Negara Indonesia kala itu. Dalam suasana jaman seperti itulah, Mahbub menggunakan sudut pandang “bocah cilik” untuk merekam aneka peristiwa. Tak ayal, peristiwa mencekam dan menegangkan saat revolusi kemerdekaan

Cerita Puasa Muslim Urban Indonesia

Judul: Kembali ke Jati Diri Penulis: Roland Gunawan, dkk. (ed.) Penerbit: Mizan dan Yayasan Rumah Kitab Tahun: 2013 FENOMENA mudik saat datangnya bulan suci Ramadan sudah menjadi tradisi masyarakat muslim di Indonesia. Orang yang berada di kota-kota besar berduyun-duyun pulang ke kampungnya masing-masing dalam waktu yang relatif bersamaan. Tak pelak, lalu lintas transportasi pun kerap macet dan tentu saja selalu menarik perhatian masyarakat dan media massa. Ada banyak alasan kenapa pada setiap Ramadan datangnya dan Hari Raya Idul Fitri, umat Islam di Indonesia berduyun-duyun pulang kampung. Dari kesemuanya, alasan utamanya hampir sama: puasa dan Idul Fitri tidak lengkap jika tanpa berkumpul bersama keluarga. Tidak afdhol berpuasa di bulan penuh berkah jika tidak disempurnakan dengan saling memaafkan saudara di kampung, terutama sungkem kepada kedua orang tua. Itulah orang Indonesia. Selain menyuguhkan cerita tentang mudik di bulan puasa, buku “Kembali ke Jati D

Saat NU Menyikapi Kebijakan Pemerintah

Judul: Wajah Toleransi NU Penulis: Dr. Phil. Gustian Isya Marjani Penerbit: RM Books Tahun: 2012 INDONESIA tidak terdiri dari satu golongan atau agama saja, akan tetapi dia terdiri dari berbagai macam suku, ras, agama dan kepercayaan. Oleh karenanya, dibutuhkan sikap toleran dalam kehidupan berbangsa dan bernegara untuk menjamin kesejahteraan semua masyarakat satu bangsa. Buku yang merupakan Disertasi dari Gustian Isya Marjani di Universitas Hamburg, Jerman  tahun 2005 ini memaparkan toleransi Nahdlatul Ulama (NU) terhadap kebijakan pemerintah atas umat Islam Indonesia. Dengan begitu, buku ini mendedahkan sikap dan peran organisasi masyarakat Islam terbesar itu sepanjang sejarah bangsa Indonesia. Jika bicara tentang sejarah peran NU, tentu sudah banyak buku yang membahasnya. Telah diketahui dan disebutkan juga dalam buku ini bahwa NU sejak lahirnya merupakan organisasi yang gigih memperjuangkan nasib bangsa Indonesia, terutama masyarakat muslim tradisional. Hal i