Skip to main content

Posts

Showing posts from January, 2017

Populisme dan Paranoia Amerika

DI bawah presiden yang diusung Partai Republik, George W. Bush, Amerika Serikat dibawa dalam gerbong ketakutan. Dalam Tempo edisi 2 Maret 2003, R. William Liddle mengatakan paranoia saat itu menciptakan sudut pandang serba-musuh bagi AS. Sikap eksklusif seperti ini apakah kembali terulang di masa sekarang dalam America First ataupun Make America Great Again yang digaungkan Donald Trump? Buktinya, Trump benar-benar serius dengan kampanyenya. Pertama dia membatalkan segala warisan Obama dan Demokrat; salah satunya penghapusan Obamacare. Kedua, dia sudah menandatangani pembangunan tembok perbatasan AS dengan Mexico. Terpilihnya Trump tidak terduga sebelumnya dan dia menjadi Presiden AS yang paling tidak diharapkan warganya. Apapun itu, dia terpilih oleh mayoritas warga AS dan menjadi perhatian utama warga dunia. Apa sebab? Trump seolah meyakinkan para pengamat bahwa di dunia telah terjadi gelombang populisme, di mana sebuah negara demokrasi semakin eksklusif dan mementingkan

Kuasa-Pengetahuan dalam Masyarakat Jawa

Adalah hal yang diketahui umum jika seberapapun dalamnya air masih dapat diukur, tapi pikiran seseorang tidak bisa diduga." Niti Sastra dalam History of Java. SUMBER dari kutipan ini adalah sebuah karangan yang sudah dikenal luas masyarakat, utamanya Jawa. Saya peroleh kutipan ini dari buku karangan Raffles, History of Java. Saya baca dalam bukunya yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dan diterbitkan Narasi. Kebajikan Jawa mengajarkan seseorang tidak bisa menebak dengan pasti apa yang ada dalam pikiran orang lain. Hal ini menunjukkan orang Jawa percaya bahwa setiap orang berdiri atas pemahaman dan kehendaknya sendiri-sendiri yang tak bisa diterka dengan mudah. Tapi penilaian terhadap orang bukan suatu yang mustahil. Pengetahuan zaman dulu di Jawa mengajarkan bagaimana menilai orang dan pikirannya dari tingkah polah dan penampilannya. Salah satu cara melakukan penilaian itu diajarkan dalam bagian yang lain Niti Sastra: Air dalam sebuah bejana yang hany

Tantangan Media di Zaman Post-Truth

Kompas, 26 Januari 2017

Gelombang Populisme dan Ancamannya

Kompas, 25 Januari 2017

Cirebon yang Semakin Dilupakan

DULU sekali, Cirebon adalah sebuah daerah besar yang dikenal seantero negeri. Ia adalah perwujudan dari sebuah daerah yang multikultur dan disegani. Sebuah daerah yang menjadi simbol peradaban baru, peradaban Islam yang berdiri di atas segala perbedaan. Sebuah peradaban agung rajutan para Wali dan keturunan raja. Cirebon sebelum datangnya Islam masuk ke dalam daerah kerajaan Singhapura memiliki pelabuhan yang ramai. Pelabuhan inilah yang membuat daerah ini dikenal para saudagar mancanegara. Konon, kayu-kayu jati telah sekian lama menjadi primadona yang diekspor ke penjuru dunia. Tercatat, Laksamana Ceng Ho pernah berlabuh di daerah ini. Bahkan tersiar kabar Ceng Ho sempat membuatkan mercusuar di Pelabuhan Muara Jati. Pelabuhan telah menjadi urat nadi kehidupan masyarakat. Sementara pantai menjadi penyambung hidup dan laut menjadi ruh kehidupan para penduduknya. Keterkaitan erat masyarakat dan pelabuhan serta lautnya ini dihancurkan bertubi-tubi saat

Buku bagi Seorang Obama

Kompas 20 Januari 2016

Mereka yang Menggemari FPI

FRONT Pembela Islam (FPI) dan Habib Rizieq sedang naik daun, terutama sejak 'jualan' mereka “Aksi Bela Islam” yang berjilid-jilid itu laku keras di pasaran. Betapa tidak, dalam Aksi Bela Islam III 2 Desember 2016 bersama GNPF-MUI mereka berhasil menghimpun ratusan ribu massa muslim dari berbagai latar belakang dan golongan. Klaim penyelenggara bahkan menyebut angka kerumunan massa di Monas tersebut mencapai 7 juta orang. Klaim yang lain mengatakan 2 juta muslim, meski tak ada yang bisa membuktikan jumlah persisnya.   Dukungan massa yang banyak –atau yang dicitrakan demikian- membuat ormas yang rajin melakukan sweeping ini semakin percaya diri (PD). Begitu PD-nya, hingga Sang Habib diwacanakan menjadi seorang imam besar. Meski wacana tersebut hanya menjadi ‘lelucon’ bagi kelompok Islam yang lain, tapi kita bisa melihat level PD kelompok ini sudah membumbung tinggi. Terakhir, bentrok dan perselisihan FPI dengan GMBI dan Kapolda Jabar semakin mem

Ronggeng Bugis: Folklor tentang Transvestite di Cirebon

Ronggeng Bugis SEORANG  penari pria mengenakan sinjang dan kebaya dengan bedak putih tebal menyeruak masuk mengikuti gerakan dua orang penari wanita. Gerakannya yang terkesan asal-asalan membuat penonton yang memenuhi tempat duduk gedung Teater Tertutup dibuat tidak henti tertawa. Tawa penonton semakin menjadi manakala penari pria berdandan ala wanita tersebut terjengkang akibat tersenggol pinggul seorang penari wanita. Dalam keadaan meringis kesakitan, enam rekannya yang berdandan menyerupai wanita, masuk dari belakang panggung. Tawa penonton semakin tidak tertahankan dan beberapa di antaranya tampak terpingkal-pingkal. Tari ronggeng bugis, khas Kabupaten Cirebon memang sering kali mengundang gelak tawa penonton yang menyaksikannya.  Retno Heriyanto, Wartawan Pikiran Rakyat. RONGGENG BUGIS  sepintas merupakan tarian yang aneh dan tak lazim. Saya sebut tak lazim karena tari ini terkesan mengutamakan  mbodor  (melawak). Menimbulkan tawa geli penontonnya menjadi tujuan panggung

Guruku Kyai Pesantren

Foto: Syarif Enambelas KAWANKU minggu kemarin bilang, ada salah seorang teman yang berkata bahwa kebanyakan alumni pesantren Miftahul Muta’allimin Babakan, Ciwaringin, Cirebon, itu mempunyai pemikiran yang liberal. Saya tidak tahu persis maksud liberal yang dimaksud teman kawanku itu. Yang pasti, dia sebenarnya pernah nyantri di pesantren yang sama. Tapi mungkin dia mempunyai jalan pikir yang berbeda sehingga muncul stigma yang tak karuan arah. Kalau liberal yang dimaksudkan olehnya gara-gara kawanku yang juga alumni pesantren itu aktifis lintas iman dan sering silaturahmi ke Gereja dan Pura, maka mungkin dia salah. Sebab, para kyaiku dulu selalu mengajarkan tentang cara menghormati sesama manusia, lepas dari apapun agamanya. Tak jarang dia juga membawa orang berbeda agama ke pesantren dan mendiskusikan Islam Indonesia yang penuh kedamaian, Islam Indonesia yang jauh dari kekerasan dan terorisme. Andai sematan ‘liberal’ itu diarahkan gara-gara kita-kita para alumni pesant