Setiap tahun, lebaran selalu
berhasil menyatukan keluarga. Meskipun, jarak di antaranya membentang, umat
Islam rela menempuh perjalanan jauh. Mereka datang dan berkumpul hanya untuk sungkem, memohon maaf pada orang tua dan
keluarga.
Tak heran jika kemudian momen
lebaran selalu menjadi momen bahagia, berkumpul dengan keluarga. Betapa
senangnya berlebaran di tengah-tengah keluarga tercinta dengan aneka hidangan
yang beraneka rupa.
Lalu, apa jadinya jika saat lebaran
kita berada di penjara? Nestapa.
Mungkin itu yang dirasakan BAG (14 tahun),
salah seorang narapidana yang paling muda di Rumah Tahanan (Rutan) Kelas 1 Kota
Cirebon, Jl. Benteng, Kec. Lemahwungkuk Kota Cirebon.
Pelajar Sekolah Menengah Pertama
(SMP) asal daerah Jamblang tersebut tergaruk kasus pencabulan. BAG divonis pengadilan
1 tahun 6 bulan kurungan penjara karena terbukti mencabuli anak-anak umur 4 dan
5 tahun. Perbuatan tidak senonohnya tersebut diganjar Undang-Undang No. 23
tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
“Mau apa lagi, orang tua sudah
jenguk waktu hari Senin (5/8) kemarin. Hari ini tidak tahu, mereka mau
menjenguk atau tidak. Yang pasti saya sedih dan kapok tidak akan melakukan
pencabulan lagi,” katanya.
Di hari lebaran tahun 2013, tidak
ada yang bisa membuatnya bahagia kecuali remisi 1 bulan. Itupun tidak
menjadikannya bisa bersalaman dengan keluarga, meminta angpau kepada saudara,
bersenda gurau dengan kerabat, ataupun rekreasi bersama teman-teman sebaya.
Di hari Idul Fitri, Rutan Benteng
sendiri menyediakan 2 ruangan khusus untuk napi berlebaran bersama keluarganya.
Untuk mengantisipasi pengunjung yang membludak, petugas memperpanjang jam
jenguk hingga pukul 16.00 WIB.
“Supaya tertib dan terkendali,
semuanya harus mendaftar dulu di bagian depan. Setiap rombongan harus memiliki
satu karcis yang maksimal terdiri dari 5 orang. Setiap rombongan hanya boleh
menjenguk maksimal sampai 20 menit saja,” kata Kepala Sub Seksi Administrasi
dan Perawatan, Amir syarifudin.
Di ruangan jenguk Rutan Benteng
Kota Cirebon, para napi roboh dalam pangkuan keluarganya. Mata mereka
berkeca-kaca, menunjukkan wajah sedih dibalut sedikit gembira. Bagi napi yang
tidak pandai menyembunyikan sedih, tangis pun pecah. Fasilitas untuk mereka pun
seadanya. Hanya ruangan terbuka untuk bercengkrama bersama keluarga. Tidak ada
opor, tidak ada ketupat, tidak ada tawa lepas yang riang gembira.
Dibanding hari-hari biasa di rutan,
bagi napi, keadaan di hari lebaran harus tetap disyukuri. Seorang napi
perempuan berinisial ES asal Desa Kedung Bunder, Kec. Gempol Kab. Cirebon
mencoba memaknai hari lebaran yang ia rasakan di hari lebaran.
“Alhamdulillah, tadi kedua anak saya
sudah jenguk. Meskipun tidak bisa dipungkiri saya amat sedih. Tidak bisa
melihat berkumpulnya keluarga, tidak bisa melihat lari-lari kecil cucu saya,”
katanya.
ES
sendiri terjerat kasus narkoba. Perempuan 52 tahun itu terbukti menjual destro
dan dijatuhi vonis 9 bulan dan denda Rp. 2 juta. Sebelum terpikat oleh pil
terlarang tersebut, ES berjualan lauk-pauk dan aneka jajanan. Mengaku rugi
terus-menerus, dia pun banting setir. Di hari lebaran, ES mengaku bertaubat dan
setelah bebas nanti dia akan berjualan bubur dan nasi kuning saja.
Comments
Post a Comment