PADA jaman dulu, musik klasik menjadi primadona dan didengarkan
semua orang. Musik ini sering disebut musik gamelan karena aneka bebunyiannya
keluar dari seperangkat alat musik bernama gamelan.
Seiring dengan perjalanan waktu,
musik tersebut kehilangan pamor. Meskipun bagi penikmat yang loyal, musik
klasik masih berada di hati, akan tetapi sekarang mereka sudah memasuki usia
tua. Sementara anak-anak dan cucu-cucu mereka sudah sangat sedikit yang
berminat menikmati apalagi memainkan alat musik klasik tersebut.
Anak-anak muda sekarang lebih
menggemari alat-alat musik modern daripada alat musik tradisional seperti
gamelan. Pada akhirnya, musik klasik pun ikut tergerus seiring dengan semakin
jarangnya anak muda yang mau dan mampu memainkan alat musik gamelan.
Masalah itu ditangkap benar oleh
Mahisa Windu Sagara. Putra asli Cirebon tersebut tergerak untuk menjembatani
antara musik klasik dan alat musik gitar. Dengan berbekal pengetahuan musik 12
nada (diatonis), sejak tahun 2006
pria yang akrab dipanggil Windu tersebut terus bereksperimen menciptakan gitar
dengan nada dan notasi alat musik gamelan pelog khas Cirebon dengan 7 nada.
“Musik khas Cirebon seperti Jipang,
Bendrong, Bayeman, Barlen, Cerbonan, dan lain sebagainya menggunakan 7 nada dan
biasanya musik tersebut keluar dari alat musik gamelan. Tapi, anak-anak muda
terlihat mulai enggan mempelajarinya. Mereka lebih memilih alat musik modern
yang datang dari barat seperti gitar yang mempunyai 12 nada,” katanya.
Berangkat dari kegelisahan
demikian, akhirnya Windu membuat Gitar Pelog Cirebon yang mempunyai 7 nada.
Sebuah gitar seperti layaknya gitar pada umumnya, akan tetapi jika dipetik
dengan kunci yang sudah ditentukan, suara yang keluar selaras dengan musik yang
keluar dari gamelan.
Menurut Windu, penemuannya itu
tidak lepas dari terobosan yang dilakukan ayahnya, Handoyo, MY. Handoyo sendiri
beberapa tahun yang lalu menemukan rumus pathet
dengan menggunakan Rumus Keseimbangan Nadantara (RKN). Dengan rumus tersebut,
suara khas dari musik klasik Cirebon menjadi mungkin untuk dikeluarkan dari
alat musik apapun, termasuk gitar.
Dalam sebuah pameran kebudayaan di
Badan Koordinasi Pemerintahan dan Pembanguan (BKPP) Cirebon, Jumat (28/6/2013),
saya berkesempatan untuk mendengarkan irama musik khas Cirebonan dari gitar buatannya.
Saat dipetik bersamaan dengan wilahan gending gamelan pelog Cirebon, irama
gitar dengan nama belkutak sungkem
tersebut sama sekali tidak bentrok di telinga. Tidak juga terdengar dipaksakan
seperti sebuah kolaborasi musik gamelan dan modern dalam acara di sebuah
televisi nasional.
Dengan temuannya tersebut, Windu
berharap agar masyarakat terutama anak-anak muda bisa terus melestarikan musik
khas Cirebon. “Kan sekarang sudah ada gitarnya, jadi tidak ada alasan untuk
tidak memainkan musik klasik Cirebon,” imbuhnya.
Pria asal Plered itu pun gencar
untuk mengenalkan alat musik temuannya tersebut. Salah satunya dengan membentuk
sebuah grup musik Swaratala Ethnical Music. Dalam setiap pagelarannya, grup
musik yang sebagian besar mempunyai basic musik underground akan memakai gitar
pelog Cirebon dan wilahan pipa aluminium sebagai alat musiknya.
“Dengan begitu, musik klasik
Cirebon akan terus lestari sampai kapan pun. Ke depan, perkembangan dan
kreasinya pun akan terus bermunculan. Tidak akan pernah punah,” harapnya.***
Comments
Post a Comment