Proses Panjang Jimat di Keraton Kanoman. Foto: Wildan |
PUNCAK perayaan Muludan atau peringatan kelahiran Nabi
Muhammad SAW di Cirebon dilangsungkan dengan sebuah prosesi yang biasa
masyarakat Cirebon sebut sebagai Panjang Jimat. Dalam prosesi yang dilakukan
secara serentak di empat keraton (Keraton Kasepuhan, Keraton Kanoman, Keraton
Kacirebonan dan Keraton Keprabonan) di Cirebon tersebut, puluhan ribu manusia
tumpah ruah. Mereka mengisi setiap sudut daerah di sekitar empat keraton yang
letaknya berdekatan itu.
Puluhan ribu masyarakat dari berbagai daerah, Cirebon,
Indramayu, Majalengka, Kuningan, Brebes, Tegal, Bandung, Jakarta bahkan luar
Jawa dan luar Indonesia memadati wilayah Kec. Lemahwungkuk, Kota Cirebon. Ada
sesuatu seperti magnet yang menarik mereka untuk datang dan menyaksikan secara
langsung Panjang Jimat, acara sarat makna yang hanya digelar setahun sekali
itu.
Sesuatu seperti magnet itulah yang mungkin disebut oleh
Menteri Pariwisata RI, Arif Yahya sebagai Pesona Cirebon, saat menteri dalam
Kabinet Kerja itu menghadiri Panjang Jimat di Keraton Kasepuhan.
Panjang Jimat itu nyatanya hanya bagian kecil saja dari
kekayaan budaya Cirebon, dan masih banyak event kebudayaan lainnya di Cirebon
yang selalu mendatangkan banyak orang. Bangunan dengan arsitektur jaman dulu
juga menjadi ciri khas Cirebon yang mengundang perhatian banyak orang.
Belum lagi, keindahan alam Cirebon dan sekitarnya semakin
membuat Cirebon digandrungi. Menteri Pariwisata juga mungkin baru mendengar dan
heran dengan catatan kunjungan wisatawan asing dan domestik ke Cirebon. Total
ada 20 ribu wisatawan asing dan 500 ribu wisatawan domestik yang mengunjungi
Cirebon.
Sehingga tidak salah jika setelah berkunjung ke Cirebon,
buru-buru Arif Yahya kemudian mengatakan ingin benar-benar mengenalkan potensi
pariwisata Cirebon yang kaya itu ke dunia internasional.
Sang Menteri mencanangkan proyek nasional “Wonderful
Cirebon”, sebuah proyek besar sekaligus tagline turunan dari tagline Wonderful
Indonesia yang menjadi proyek promosi pariwisata Indonesia. Dengan begitu,
Cirebon masuk dalam agenda besar Indonesia untuk mengenalkan potensi
pariwisatanya ke dunia.
Tentu saja gagasan dari menteri tersebut harus disambut baik
oleh seluruh masyarakat Cirebon dari semua kalangan, baik pemerintah daerah,
keraton maupun masyarakat pada umumnya. Pariwsata bukan melulu tentang kebijakan
dan pelestarian, akan tetapi lebih dari itu yakni tentang kesejahteraan
orang-orang Cirebon.
Masyarakat juga patut bersiap diri, sebab gagasan itu muncul
hampir bersamaan dengan ditetapkannya Cirebon sebagai Pusat Kegiatan Nasional
(PKN). Disusul dengan pencananngan Cirebon sebagai kawasan metropolitan, mulai
dibangunnya Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) di Kertajari Majalengka dan
pembangunan jalan tol Cikapali (Cikampek-Palimanan).
Semua itu tentu memerlukan kesiapan dari masyarakat baik fisik
maupun mental. Jangan sampai, di kemudian hari Pesona Cirebon itu menjadi objek
bancakan para investor dan pendatang tapi miskin manfaat bagi masyarakat
Cirebonnya sendiri.
Sebagaimana pernah Mbah Kuwu Cirebon isyaratkan, aja dadi
ayam trondol kang mati ning duwur e tumpeng. Jangan sampai menjadi ayam
yang mati di atas tumpeng. Jangan menjadi manusia yang takluk pada saat keadaan
keberlimpahan.***
Comments
Post a Comment