Skip to main content

Di Dunia Ini Masih Ada Orang Baik

ilustrasi: motorsiana.com


PADA siang hari yang terik, saya dorong Supra Fit jadul yang mogok ke bengkel terdekat di sekitar Jembatan Kapetakan. Memang jarak rumahku dengan bengkel tak begitu jauh. Tapi siang hari di bulan puasa selalu menghadirkan keletihan.

Saat sedang mendorong motor (sambil bersungut-sungut), dari arah belakang datang seseorang dengan motor matik menghampiriku. “Bensin e entok tah mas?” tanya dia. Kedatangannya yang tiba-tiba dan mencurigakan membuatku ber-syak wasangka yang tidak-tidak, “Jangan-jangan dia begal. Tapi begal tak pernah berbasa-basi. Berarti bukan,” pikiriku.

Dengan sedikit ragu dan terbata-bata saya menjawab keramahannya, “Ah ora, iki mesin e mati.” Diri kembali membatin, mau apakah dia? Kalau tidak membegal, dia mungkin akan merampas sesuatu dariku, jambret.. dia mungkin jambret atau bukan. Mungkin dia tak waras karena otaknya terpanggang panas matahari di jalanan lengang Kapetakan yang rawan kejahatan.

“Mene Mas, tak dorong motor e,” katanya menawarkan diri untuk mendorong motorku yang mogok. Aku pun terkaget-kaget dan tanpa komando langsung kunaiki Supra Fit jadulku dan dia dengan kekuatan motor matiknya mendorong motorku.

“Kita wong lapangan Mas, jadi ngerti ari ana motor e wong kang mogok. Melas,” katanya bercerita sendiri. Dan aku hanya diam saja sambil menyesali telah berprasangka buruk kepadanya. Sesampainya di bengkel saya ucapkan banyak terima kasih padanya. Dia pun hanya mengangguk dan pergi.

Sambil menunggu antrean motor diperbaiki aku bergumam sendiri, “masih ada orang baik di dunia ini.” ***



*Tulisan ini kudedikasikan kepada dia yang waktu itu menolongku. Maaf, saya lupa tanya namanya siapa.


Comments

Popular posts from this blog

Syekh Magelung Disambut Ki Gede Karangkendal (3)

Gerbang menuju makam Ki Krayunan, yang dikenal dengan nama Ki Gede Karangkendal, Ki Tarsiman dan Buyut Selawe. Dok. Pribadi. ATAS perintah Sunan Gunung Jati, Syekh Magelung menuju ke arah utara, daerah Karangkendal.   Daerah Karangkendal saat itu bukan daerah kosong yang tidak ada penghuninya. Saat Syekh Magelung datang ke Karangkendal, di situ sudah ada pemukiman yang dipimpin oleh Ki Krayunan yang mendapat gelar Ki Gede Karangkendal.   Gelar tersebut bukan gelar yang diberikan rakyat melainkan sebuah gelar kepangkatan. Adapun tanda kepangkatannya sebagai Ki Gede Karangkendal adalah bareng sejodo / bareng jimat . Tanda kepangkatan tersebut diberikan langsung oleh Mbah Kuwu Cirebon kepadanya. Di daerah Karangkendal sendiri terdiri dari dua karang (tanah) yang dipisahkan oleh sebuah sungai kecil. Daerah sebelah utara disebut Karang Krayunan sementara daerah sebelah selatan disebut Karang Brai. Ki Gede Karangkendal disebut juga dengan nama Ki Krayunan karena me...

Para Murid Syekh Magelung (4)

Suasana sore hari di sekitar depok di dalam komplek Makam Syekh Magelung Sakti. Dok. Pribadi.  SEPENDEK yang penulis ketahui, banyak sekali murid yang pernah belajar di Pesantren Karang Brai. Akan tetapi, murid Syekh Magelung yang termashur diantaranya adalah Ki Jare/Ki Campa, Ki Tuding/Ki Wandan yang kuburannya dapat ditemukan di Desa Tegal Semaya Kecamatan Krangkeng Kabupaten Indramayu. Kemudian ada Raden Mantri Jayalaksana dari Desa Wanakersa (sekarang Desa Kertasura) Kecamatan Kapetakan Kabupaten Cirebon, Ki Braja Lintang (Ki Lintang) dari Rengasdengklok Karawang, Ki Buyut Tambangan, Ki Gede Ujung Anom, Ki Pati Waringin, Nyi Gede Manukan dan Ki Gede Tersana dari Kertasemaya, Kabupaten Indramayu. Di bawah ini adalah sebagian cerita rakyat mengenai beberapa murid Syekh Magelung sakti:

Islam Pos-Kolonial

Hubbul   wathon minal iman , cinta tanah air adalah sebagian dari iman. Kalau diingat, jargon tersebut dipopulerkan ulama pesantren yang mengartikulasikan terma wathon dengan sangat lincah. Lihat pula bagaimana pada tahun 1914 Kiayi Wahab Chasbullah dan Kiai Mas Mansur mendirikan organisasi pendidikan dan dakwah dengan nama Nahdhatul Wathon .  Hal ini membuktikan bahwa kesadaran kebangsaan sudah ada dan jauh meresap dalam jiwa orang-orang Islam di pesantren. Jauh sekali sebelum kelompok konservatif-skripturalis kembali menggugat wathon dengan konsep keberagamannya satu dekade terakhir ini. Pesantren senantiasa menyatukan diri dengan dinamika kehidupan bangsa Indonesia. Dan karena yang menjadi titik utama perjuangan mereka adalah pendidikan dan dakwah, maka sebenarnya tugas utama yang belum tuntas adalah terus men- transformasi kan pengetahuan kebangsaan yang telah lama dipahami oleh leluhur kepada semua warganya untuk saat ini dan masa depan. Adalah satu kesulitan ...