Skip to main content

Riak Kecil Itu Bernama Essena O'Neill

Essena O'Neill

SEORANG artis medsos, Essena O'Neill, dengan sangat dramatis meninggalkan dunia maya yang telah memberikannya ketenaran dan uang yang menjanjikan. Dramatis, karena selain meninggalkan dunia maya, perempuan cantik ini juga membuka sisi buruk media sosial dan kecanduannya.

Dalam sebuah video di Youtube, O'Neill dengan blak-blakan mengatakan bahwa media sosial itu tidak nyata. Menurutnya, media sosial adalah sistem yang berlandaskan pada persetujuan sosial, suka. Penilaian berdasar pandangan serta keberhasilan mengumpulkan pengikut. 

Pernyataan dari perempuan yang memiliki sekitar 612 ribu followers di akun instagramnya ini tentu mengundang banyak komentar. Salah satu media menulis, O'Neill mulai aktif di dunia maya sejak usia 12 tahun dan pada usianya yang menginjak 18 tahun, pengikutnya mencapai ratusan ribu. Setiap unggahannya disukai dan dikomentari ratusan orang. Dia pun di-endorse produk kenamaan dan memperoleh banyak uang.

Tapi semua ketenaran yang dia peroleh dari dunia maya itu menurutnya palsu. Dia masih tetap merasa kesepian dan kerap merasa sedih. Dia pun bertemu dengan para artis medsos lainnya, bahkan yang lebih terkenal. Nahas, mereka semua, menurutnya, sama merasa kesepian, menyedihkan dan ketakutan.


Akhirnya O'Neill pun mengakui bahwa semua yang ada pada dirinya dan diupload di dalam akun Instagramnya tidaklah sesempurna apa yang terjadi sebenarnya. Semua foto yang dia upload adalah foto yang dihasilkan dari berkali-kali jepretan dan pengaturan latar serta angel kamera yang diperhitungkan. Itu semua demi menampilkan dirinya agar terlihat sempurna, tanpa cacat.

O'Neill sudah mulai menyadari bahwa semua like, komentar dan puji-pujian di dunia maya tidak ada artinya bagi kehidupan dia di dunia yang sebenarnya. Jangankan di dunia maya, di dunia nyata pun, sekadar puji-pujian tidak pernah menghilangkan dahaga kita dari pengakuan orang lain. 


Status Sosial di Media Sosial

Seperti di dunia nyata, di dunia maya, saat sejumlah manusia berinteraksi pasti akan memunculkan kelas-kelas tersendiri. Yang kentara, di medsos kita bisa melihat akun seseorang itu populer atau tidak dari banyaknya like dan komentar. Semakin populer seseorang di medsos, maka semakin tinggi status sosialnya. Orang dengan status sosial yang tinggi tentu mendapatkan keuntungan: setiap apa yang diunggah olehnya akan langsung dilihat dan disimak pengikutnya. Maka tak jarang orang seperti ini, yang memiliki ratusan ribu bahkan jutaan pengikut, menjadi ladang iklan yang bagus yang mampu menarik suatu produk untuk meng-endorse-nya.

Mendapat banyak pengikut, like dan komentar, dengan begitu merupakan tujuan dari semua netizen. Banyak dari mereka menapaki jalan ke puncak itu dengan positif yakni dengan menampilkan segala potensi dan daya yang ada pada dirinya agar disukai orang di dunia maya. Akan tetapi, tidak semua orang demikian. Banyak juga di antaranya yang melakukan hal-hal yang tidak benar untuk meraih puncak status sosial di dunia maya.

Upaya yang tidak benar tersebut seperti menggunakan robot untuk menambah followers. Upaya ini sering dilakukan oleh netizen bahkan ada beberapa kawan yang membuka jasa menambah followers dengan nilai Rp. 500 ribu untuk penambahan 500 followers. Meski banyak yang mencibir, nyataya usaha jasa ini menjamur di Indonesia.

Cara lainnya yakni dengan menampilkan materi yang menimbulkan pro dan kontra, sadis, porno dan sebagainya. Satu lagi cara yang menurut saya berbahaya bagi diri sendiri yakni cara yang dilakukan Essena: memanipulasi diri agar terlihat sempurna dan menarik. Berbahaya karena tindakan tersebut bisa membuat empunya akun semakin jauh dari identitas juga orientasi dirinya sendiri.

Kalau semakin lama sandiwara dunia maya itu dilakukan bukan tak mungkin empunya akun akan semakin sulit membedakan dirinya sendiri. Mana yang hanya avatar di medsos, mana juga yang secara otentik adalah dirinya. 

Belajar dari Kasus Essena

Sampai di sini, internet (dengan media sosialnya), bagaimana pun, merupakan hasil dari kebudayaan manusia. Media sosial tak lebih dari sekedar alat bagi manusia-manusia di dunia untuk bertukar pikiran, ide, gagasan. Medsos merupakan alat kita untuk berkomunikasi, berinteraksi dan bersosialisasi dengan yang lain. 

Kasus Essena memberikan kita pelajaran berharga tentang pentingnya menjunjung tinggi kejujuran dan keotentikan diri saat berinteraksi dengan orang lain, di dunia nyata, maupun di dunia maya, dan di dunia manapun juga. 

Pertanyaan krusialnya adalah, apakah kasus Essena ini akan menjadi riak kecil yang mempengaruhi dan mewarnai dunia di era digital ini menjadi lebih berhati-hati dan bersahaja dalam menggunakan internet, tidak lagi sebebas-bebasnya, seperti yang kerap kali didengungkan para pemuja internet? Kita simak saja apa yang akan kemudian terjadi selanjutnya.

Comments

Popular posts from this blog

Syekh Magelung Disambut Ki Gede Karangkendal (3)

Gerbang menuju makam Ki Krayunan, yang dikenal dengan nama Ki Gede Karangkendal, Ki Tarsiman dan Buyut Selawe. Dok. Pribadi. ATAS perintah Sunan Gunung Jati, Syekh Magelung menuju ke arah utara, daerah Karangkendal.   Daerah Karangkendal saat itu bukan daerah kosong yang tidak ada penghuninya. Saat Syekh Magelung datang ke Karangkendal, di situ sudah ada pemukiman yang dipimpin oleh Ki Krayunan yang mendapat gelar Ki Gede Karangkendal.   Gelar tersebut bukan gelar yang diberikan rakyat melainkan sebuah gelar kepangkatan. Adapun tanda kepangkatannya sebagai Ki Gede Karangkendal adalah bareng sejodo / bareng jimat . Tanda kepangkatan tersebut diberikan langsung oleh Mbah Kuwu Cirebon kepadanya. Di daerah Karangkendal sendiri terdiri dari dua karang (tanah) yang dipisahkan oleh sebuah sungai kecil. Daerah sebelah utara disebut Karang Krayunan sementara daerah sebelah selatan disebut Karang Brai. Ki Gede Karangkendal disebut juga dengan nama Ki Krayunan karena me...

Para Murid Syekh Magelung (4)

Suasana sore hari di sekitar depok di dalam komplek Makam Syekh Magelung Sakti. Dok. Pribadi.  SEPENDEK yang penulis ketahui, banyak sekali murid yang pernah belajar di Pesantren Karang Brai. Akan tetapi, murid Syekh Magelung yang termashur diantaranya adalah Ki Jare/Ki Campa, Ki Tuding/Ki Wandan yang kuburannya dapat ditemukan di Desa Tegal Semaya Kecamatan Krangkeng Kabupaten Indramayu. Kemudian ada Raden Mantri Jayalaksana dari Desa Wanakersa (sekarang Desa Kertasura) Kecamatan Kapetakan Kabupaten Cirebon, Ki Braja Lintang (Ki Lintang) dari Rengasdengklok Karawang, Ki Buyut Tambangan, Ki Gede Ujung Anom, Ki Pati Waringin, Nyi Gede Manukan dan Ki Gede Tersana dari Kertasemaya, Kabupaten Indramayu. Di bawah ini adalah sebagian cerita rakyat mengenai beberapa murid Syekh Magelung sakti:

Islam Pos-Kolonial

Hubbul   wathon minal iman , cinta tanah air adalah sebagian dari iman. Kalau diingat, jargon tersebut dipopulerkan ulama pesantren yang mengartikulasikan terma wathon dengan sangat lincah. Lihat pula bagaimana pada tahun 1914 Kiayi Wahab Chasbullah dan Kiai Mas Mansur mendirikan organisasi pendidikan dan dakwah dengan nama Nahdhatul Wathon .  Hal ini membuktikan bahwa kesadaran kebangsaan sudah ada dan jauh meresap dalam jiwa orang-orang Islam di pesantren. Jauh sekali sebelum kelompok konservatif-skripturalis kembali menggugat wathon dengan konsep keberagamannya satu dekade terakhir ini. Pesantren senantiasa menyatukan diri dengan dinamika kehidupan bangsa Indonesia. Dan karena yang menjadi titik utama perjuangan mereka adalah pendidikan dan dakwah, maka sebenarnya tugas utama yang belum tuntas adalah terus men- transformasi kan pengetahuan kebangsaan yang telah lama dipahami oleh leluhur kepada semua warganya untuk saat ini dan masa depan. Adalah satu kesulitan ...