Skip to main content

Antara Topeng Venice dan Topeng Cirebon

Dall ’Osto menunjukkan topeng Tragic Komika.
TOPENG biasanya digunakan orang di Barat untuk menyembunyikan identitas pemakainya. Di Kota Venice, Italia, Setiap orang yang memakai topeng merasa sama dengan orang lain. Sebab, dengan memakai topeng, orang-orang Venice merasa nyaman dan sejajar dengan orang lain saat tidak ada yang mengenalinya.

Demikian yang dikatakan Gualtiero Dall ’Osto dalam satu acara di Cirebon. Menurutnya, sejak tahun 1700-an, di Italia mulai banyak orang memakai topeng dalam pergaulan sehari-hari dan karnaval tahunan.

“Pada tahun 1700-an, banyak orang di Venice dan Italia mulai suka memakai topeng. Orang yang memakai topeng ini menyembunyikan identitas dirinya. Dengan memakai topeng, setiap orang sama. Tidak ada nama orang, keluarganya siapa,” katanya lewat seorang penerjemah.

Gualtiero sendiri sebenarnya bukan orang Venice. Akan tetapi, pria kelahiran Kota Viacenza itu mulai tertarik dan mendalami topeng Venice saat masuk ke jurusan seni rupa di salah satu perguruan tinggi di Kota Venice tahun 1968.

Dalam perkembangannya, topeng di Venice berkembang menjadi beraneka ragam tergantung tujuan pemakainya. Bahkan, topeng di Venice sering digunakan sebagai kostum para penjahat, agar wajahnya tidak dikenali orang.

“Topeng biasa digunakan sehari-hari. Ada juga yang khusus digunakan pada saat pertunjukkan opera, dipakai sebagai penyaring udara bagi dokter jaman itu dan kadang dipakai juga oleh para penjahat,” tambahnya.

Cirebon menurut Gualtiero mirip dengan Kota Venice, Italia. Selain keduanya merupakan daerah pelabuhan yang ramai, Cirebon dan Venice masing-masing mempunyai topeng. Gualtiero pun mengaku merinding menyaksikan langsung tari topeng kelana khas Cirebon saat pembukaan acara seminar.

Saya merinding setelah melihat tarian tadi. Venice itu seperti Cirebon, kota pelabuhan  di mana banyak orang datang dan kota tampak hidup,” ujarnya.

Topeng Cirebon

Sementara itu, Budayawan Cirebon, Rafan S. Hasyim mengatakan topeng Venice dan Cirebon mempunyai kesamaan dan perbedaan. Perbedaan keduanya lebih menonjol karena memang topeng merupakan produk budaya.

“Yang jelas pasti berbeda, kan topeng produk budaya. Yang mana budaya itu merupakan wujud dari tradisi masyarakat setempat. Tradisi masyarakat Venice dengan masyarakat sini kan berbeda, jadi topengnya juga pasti beda,” katanya.

Menurut Rafan, topeng di Cirebon memiliki dua muatan filosofis, lahir dan spiritual. Topeng panji, samba, rumyang, tumenggung dan kelana yang bisanya digunakan dalam tari topeng Cirebon mempunyai makna filosofis-lahir sebagai penggambaran perjalanan perkembangan fisik manusia.

Akan tetapi, secara filosofis-spiritual, topeng Cirebon merupakan penggambaran dari perjalanan seorang hamba untuk ber-taroqi, mendekatkan diri kepada Allah. Sebagai puncaknya, gerakan dalam tari panji itu kan gerak salat. Sebab dalam panji manusia sudah mapan kang siji, sudah mawiji,” bebernya.

Selain itu, Rafan mengatakan, berdasarkan cerita turun temurun dari anak keturunan Mertasinga, di tahun 1770, para pejuang Cirebon pernah melakukan pemberontakan dengan memanfaatkan topeng. Para pejuang tersebut menyembunyikan identitasnya dan memainkan tarian yang dilihat para pejabat pemerintahan Belanda.

“Di bawah Pangeran Suryakusuma, para pejuang Cirebon pernah melakukan pemberontakan secara gerilya. Salah satunya dengan memanfaatkan tari topeng. Mereka menyamar dengan menggunakan pementasan topeng supaya tidak dikenali Belanda,” pungkasnya.***

Comments

Popular posts from this blog

Syekh Magelung Disambut Ki Gede Karangkendal (3)

Gerbang menuju makam Ki Krayunan, yang dikenal dengan nama Ki Gede Karangkendal, Ki Tarsiman dan Buyut Selawe. Dok. Pribadi. ATAS perintah Sunan Gunung Jati, Syekh Magelung menuju ke arah utara, daerah Karangkendal.   Daerah Karangkendal saat itu bukan daerah kosong yang tidak ada penghuninya. Saat Syekh Magelung datang ke Karangkendal, di situ sudah ada pemukiman yang dipimpin oleh Ki Krayunan yang mendapat gelar Ki Gede Karangkendal.   Gelar tersebut bukan gelar yang diberikan rakyat melainkan sebuah gelar kepangkatan. Adapun tanda kepangkatannya sebagai Ki Gede Karangkendal adalah bareng sejodo / bareng jimat . Tanda kepangkatan tersebut diberikan langsung oleh Mbah Kuwu Cirebon kepadanya. Di daerah Karangkendal sendiri terdiri dari dua karang (tanah) yang dipisahkan oleh sebuah sungai kecil. Daerah sebelah utara disebut Karang Krayunan sementara daerah sebelah selatan disebut Karang Brai. Ki Gede Karangkendal disebut juga dengan nama Ki Krayunan karena menempati d

Pangeran dari Negeri Syam (1)

Petilasan Syekh Bentong dan Jaka Tawa. Dok: pribadi. ALKISAH , ada seorang pangeran dari Negeri Syam yang memiliki sebuah kesusahan, rambutnya tak bisa dipotong. Rambutnya terus tumbuh dan tumbuh hingga sang pangeran telah dewasa. Hal itu tentu menggelisahkan. Suatu hari, dalam sebuah kepasrahan total kepada Sang Pencipta, dia mendengar sebuah suara yang merasuk ke kalbunya. Suara halus itu mengisyaratkan kepadanya ada seseorang di Tanah Jawa yang bisa memotong rambutnya yang panjang tersebut. Sebuah kabar yang menggembirakan. Dia pun berangkat ke Jawa dengan membawa dua perahu besar. Perahu pertama membawa perbekalan seperti makanan dan minuman. Sementara perahu kedua membawa kitab suci Al-Quran dan kitab-kitab lainnya tentang agama Islam dari negerinya. Sebelum sampai ke Tanah Jawa, dia singgah di beberepa tempat diantaranya adalah daerah Cempa dan Wandan. Dari dua daerah tersebut dia membawa serta dua orang yang kelak menjadi orang kepercayaannya.

Para Murid Syekh Magelung (4)

Suasana sore hari di sekitar depok di dalam komplek Makam Syekh Magelung Sakti. Dok. Pribadi.  SEPENDEK yang penulis ketahui, banyak sekali murid yang pernah belajar di Pesantren Karang Brai. Akan tetapi, murid Syekh Magelung yang termashur diantaranya adalah Ki Jare/Ki Campa, Ki Tuding/Ki Wandan yang kuburannya dapat ditemukan di Desa Tegal Semaya Kecamatan Krangkeng Kabupaten Indramayu. Kemudian ada Raden Mantri Jayalaksana dari Desa Wanakersa (sekarang Desa Kertasura) Kecamatan Kapetakan Kabupaten Cirebon, Ki Braja Lintang (Ki Lintang) dari Rengasdengklok Karawang, Ki Buyut Tambangan, Ki Gede Ujung Anom, Ki Pati Waringin, Nyi Gede Manukan dan Ki Gede Tersana dari Kertasemaya, Kabupaten Indramayu. Di bawah ini adalah sebagian cerita rakyat mengenai beberapa murid Syekh Magelung sakti: