![]() |
Pierre Bourdieu
|
PIERRE Bourdieu berupaya membawa kembali para aktor kehidupan nyata yang
telah lenyap di tangan para strukturalis. Yang dimaksudkan Bourdieu dengan para
strukturalis adalah Durkheim, Sausure, Levi-Straus, para Marxian struktural,
Althusser dan lainnya. Menurutnya, mereka terlalu berfokus pada struktur
objektif dan mengabaikan proses konstruksi sosial, di mana para aktor mengkonstruksi
struktur-struktur itu dan kemudian bertindak di atas landasan itu.
Semasa mahasiswa, Bourdieu terpengaruh eksistensialisme
Sartre, fenomenologi Schutz, interaksionisme simbolik Blumer dan etnometodologi
Garfinkel, yang berfokus pada agen dan mengesampingkan struktur objektif tempat
itu terjadi. Pemikiran Bourdieu sendiri merupakan tegangan dari dua kutub
tersebut: Objektif-struktural dengan Subjektif-agen. Kira-kira begitu.
Nah, inti dari upaya Bourdieu menjembatani objektivisme dan
subjektivisme terletak pada konsepnya mengenai medan dan habitus serta
hubungan dialektis keduanya.
Habitus
Habitus adalah struktur mental atau kognitif. Melalui inilah
seseorang bisa merasakan, mengerti, mengapresiasi dan mengevaluasi dunia
sosial. Habitus seperti suatu “akal sehat”. Ia memproduksi dan diproduksi oleh
dunia sosial. Di satu sisi ia adalah struktur yang menstrukturkan tapi di sisi
lain ia adalah struktur yang distrukturkan. Praktik
berada menengahi habitus dan dunia sosial. Melalui praktik, habitus
diciptakan dan dunia sosial diciptakan sebagai hasil dari praktik. Praktik
cenderung membentuk habitus, sebaliknya habitus membantu mempersatukan maupun
membangkitkan praktik.
Habitus adalah struktur yang diinternalisasi yang membatasi
pemikiran dan pilihan tindakan, tapi ia tidak menentukannya. Ia hanya
menyarankan apa yang seharusnya dipikirkan dan yang seharusnya dilakukan.
Habitus memberikan pertimbangan yang digunakan orang untuk menentukan pilihan
dan memilih strategi yang akan digunakan di dunia sosial.
“Orang-orang tidak
bodoh. Tapi mereka juga tidak sepenuhnya rasional. Mereka bertindak di dalam
suatu cara yang masuk akal. Mereka punya pengertian praktis. Ada sesuatu logika
pada apa yang dilakukan orang: logika praktik” (Bourdieu, 1980/1990).
Logika praktis mampu menopang secara serempak multiplisitas
makna-makna yang membingungkan dan berkontradiksi secara logis (dalam
pengertian logika formal) dengan melihat posibilitasnya dalam praksis. Dengan
begitu, logika praktis berbeda dengan logika formal. Oleh karenanya, habitus
bukan struktur tetap yang tidak berubah, tetapi ia disesuaikan para individu
yang terus berubah dalam menghadapi situasi. Habitus tidak disadari tapi bisa
dilihat dari aktivitas praksis yang paling sederhana seperti makan, berjalan,
bicara, atau membuang ingus.
Medan
Medan adalah suatu jaringan relasi antar pendirian-pendirian
objektif yang ada di dalamnya. Ia terpisah dari kesadaran dan kehendak
individu. Ia bukan interaksi-interaksi atau ikatan-ikatan intersubjektif
individu. “Medan juga adalah suatu medan
perjuangan”. Medan adalah suatu tipe pasar terbuka yang kompetitif tempat
berbagai jenis modal (ekonomi, sosial, budaya, simbolik).
Bourdieu menjelaskan langkah-langkah menganalisis medan:
pertama, yang mencerminkan keunggulan medan kekuasaan ialah melacak hubungan
setiap medan spesifik ke medan politis. Kedua, memetakan struktur objektif
relasi-relasi antarposisi yang ada di dalam medan itu. Ketiga, menentukan
hakikat habitus para agen yang menduduki aneka tipe posisi di dalam medan itu.
Posisi agen di dalam medan ditentukan oleh jumlah dan bobot
relatif modal yang mereka miliki. Modallah yang memungkinkan orang untuk
mengendalikan nasib sendiri dan nasib orang lain. Ada modal ekonomik, modal budaya
(kemudahan memanfaatkan bentuk-bentuk budaya yang dilembagakan yang ada di
puncak hierarki budaya masyarakat), modal
sosial (relasi-relasi sosial yang bernilai di antara orang) dan modal simbolik (berasal dari kehormatan
dan gengsi seseorang).
“Para pemangku posisi
secara individual atau kolektif, melindungi dan memperbaiki posisi mereka dan
memaksakan prinsip hierarkis yang paling menguntungkan bagi produk-produk
mereka sendiri. Strategi-strategi para pagen tergantung pada posisi-posisi
mereka di dalam medan itu.”
Bourdieu melihat Negara sebagai tempat perjuangan untuk
memeroleh monopoli yang disebut kekerasan
simbolik. Itu adalah bentuk kekerasan yang lembut. Kekerasan yang dilakukan
pada seorang agen sosial karena keterlibatannya. Kekerasan simbolik dipraktikkan
secara tidak langsung, sebagian besar melalui mekanisme budaya. Sistem pendidikan
adalah lembaga utama untuk mempraktikkan kekerasan simbolik pada rakyat.
Bahasa, makna, sistem simbolik orang yang sedang berkuasa
dipaksakan kepada anggota populasi lainnya.
Hal itu membantu menunjang posisi
orang-orang yang sedang berkuasa dengan, antara lain, mengaburkan dari para
anggota masyarakat lainnya apa yang sedang mereka lakukan dan membuat pihak
yang didominasi menerima kondisi mereka sebagai hal yang sah.
Sumber: George Ritzer. Teori Sosiologi edisi kedelapan tahun 2012. Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Comments
Post a Comment