Payung berukuran besar yang masih tersimpan rapi. Dok. Pribadi. |
SAAT terjadi
peperangan antara Kerajaan Rajagaluh dan Kerajaan Cirebon, Syekh Magelung Sakti
bersama Nyi Mas Gandasari dikisahkan ikut dalam peperangan. Peran keduanya mengalahkan
Prabu Cakraningrat bahkan dikenal dalam berbagai cerita pertunjukkan.
Perjuangan Nyi Mas Gandasari yang dikenal masyarakat
Karangkendal berkaitan dengan cerita rakyat yang berkembang di daerah Depok,
Jamblang dan Gempol. Konon diceritakan bahwa Nyi Mas Gandasari terplanting
hingga jatuh terjengkang (dlepok)
saat tidak kuat bertarung dengan Prabu Cakraningrat. Daerah tempat jatuhnya Nyi
Mas Gandasari tersebut sekarang disebut daerah Depok.
Nasihat Mbah Kuwu Cirebon kepada Nyi Mas Gandasari ini
dikenang sebagai nasihat seorang bapak kepada kacung (anak laki-laki). Daerah saat peristiwa tersebut berlangsung
sekarang disebut daerah Pecung atau Pecung, singkatan dari bapa tua marai kacung (orang tua menasihati anak laki-laki).
Nyi Mas Gandasari pun kembali ke medan perang dengan
semangat dan konon sambil membawa alat kelamin laki-lakinya. Alat kelamin itu
dia simpan di dalam kempek. Daerah itu pun sampai sekarang dikenal
sebagai daerah Kempek di Kecamatan Gempol Kabupaten Cirebon. Daerah yang
sekarang berdiri banyak pesantren.
Sedangkan beberapa catatan lain menyebutkan bahwa saat
pasukan Cirebon dan Demak menuju Keraton Rajagaluh, akan tetapi mereka tidak
bisa menembus dan masuk ke keraton karena di sekelilingnya ada sungai yang
sangat panas dan beracun. Pasukan pun tertahan tidak bisa masuk komplek
keraton.
Melihat hal itu, Syekh Magelung melapor kejadian tersebut
kepada Sunan Gunung Jati. Kemudian Sunan Gunung Jati meminta kepada Nyi Mas
Gandasari untuk ikut bersama Syekh Magelung karena hanya Nyi Mas Gandasari yang
bisa menembus pertahanan Rajagaluh.
Sesampainya di perbatasan keraton, keduanya menjumpai sungai
yang sangat panas. Nyi Mas Gandasari pun buang ari seni di atas sungai
tersebut. Sungai itupun kemudian berubah kembali menjadi sungai biasa.
Keduanya pun masuk ke dalam Keraton Rajagaluh dan langsung
dihadang oleh Arya Mangkubumi, Demang Raksapura dan Demang Jagabati. Nyi Mas
Gandasari kemudian diserahkan kepada Prabu Cakraningrat.
Prabu Cakraningrat sangat tertarik dengan kecantikan Nyi Mas
Gandasari dan berniat mempersuntingnya. Nyi Mas Gandasari pun mengatakan
bersedia menjadi permaisuri dengan syarat agar dia ditunjukkan jimat pusaka
Rajagaluh. Prabu Cakraningrat pun tanpa curiga menunjukkan jimat pusaka
Rajagaluh yang berupa sebuah kandaga
(guci) emas yang berisi ular emas yang berada di atas peraduannya.
Diam-diam, Nyi Mas Gandasari mengambil kandaga itu dan
dibawanya ke luar keraton. Saat Prabu Cakraningrat mengejarnya, dia dihadang
oleh Sykeh Magelung Sakti. Nyi Mas Gandasari yang membawa kandaga pun
mengabarkan kepada seluruh pasukan Cirebon dan Demak untuk saatnya menyerang.
Pertempuran pun terjadi dan akhirnya Rajagaluh pun bisa ditaklukkan pada tahun
1528 M.
Payung Penakluk
Talaga
Di waktu yang berbeda, pada saat Cirebon menyusun serangan
balasan ke Talaga, Syekh Magelung Sakti dipanggil menghadap Sunan Gunung Jati.
Syekh Magelung diperintahkan untuk memimpin pasukan dan berperang melawan
Talaga. Selanjutnya diangkatlah Syekh Magelung menjadi senopati dan diserahi
sebuah payung besar.
Payung itu adalah payung buatan Ki Gede Mayung (Ki Ketandan),
yang kebetulan juga berasal dari daerah Talaga. Payung dengan ukuran besar
tersebut biasa digunakan untuk memayungi Sunan Gunung Jati tatkala pergi
berdakwah. Saking besarnya, konon katanya hanya Ki Ketandan dan Syekh Megelung
saja yang mampu mengangkatnya.
Pada saat perang besar terjadi antara Cirebon dan Talaga,
konon karena sengitnya pertempuran, tidak ada dari keduanya yang mundur. Hingga
akhirnya Syekh Magelung mengangkat dan mengembangkan payungnya. Setelah
dikembangkan, payung tersebut dikibaskan, sekejap dengan izin Allah terjadilah
badai topan yang memporakporandakan pasukan talaga. Pasukan Talaga pun akhirnya
dapat ditaklukkan dan pemimpinnya sendiri, Prabu Kontea sirna menghilang.
Seusai perang, Syekh Magelung membawa pulang payung besar tersebut
dan hingga sekarang masih tersimpan di Depok Pegagan di dalam Keramat Syekh
Magelung Sakti. *** (bersambung)
Comments
Post a Comment