Skip to main content

Populisme dan Paranoia Amerika


DI bawah presiden yang diusung Partai Republik, George W. Bush, Amerika Serikat dibawa dalam gerbong ketakutan. Dalam Tempo edisi 2 Maret 2003, R. William Liddle mengatakan paranoia saat itu menciptakan sudut pandang serba-musuh bagi AS. Sikap eksklusif seperti ini apakah kembali terulang di masa sekarang dalam America First ataupun Make America Great Again yang digaungkan Donald Trump?

Buktinya, Trump benar-benar serius dengan kampanyenya. Pertama dia membatalkan segala warisan Obama dan Demokrat; salah satunya penghapusan Obamacare. Kedua, dia sudah menandatangani pembangunan tembok perbatasan AS dengan Mexico.

Terpilihnya Trump tidak terduga sebelumnya dan dia menjadi Presiden AS yang paling tidak diharapkan warganya. Apapun itu, dia terpilih oleh mayoritas warga AS dan menjadi perhatian utama warga dunia. Apa sebab? Trump seolah meyakinkan para pengamat bahwa di dunia telah terjadi gelombang populisme, di mana sebuah negara demokrasi semakin eksklusif dan mementingkan bangsanya sendiri.

Alih-alih berkomitmen membangun kebebasan, keterbukaan dan toleransi di dunia yang menjadi tujuan luhur demokrasi, populisme membalik semuanya. Populisme mengedepankan apa yang menjadi tuntutan mayoritas meski harus mengorbankan demokrasi.

Sebelumhya, gelombang populisme terlihat dari peristiwa Brexit dimana Inggris menyerukan untuk keluar daru Uni Eropa demi kesejahteran warganya sendiri. Terutama adalah karena alasan ingin membatasi imigran yang masuk ke Inggris, satu hal yang bertentangan dengan visi Uni Eropa.

Terpilihnya Duterte sebagai presiden Filipina pun disebut sebagai bagian dari gelombang populisme yang sedang melanda dunia. Sosok kontroversial tersebut terpilih menjadi presiden meskipun riwayat karirnya tidak terlalu baik. Dia terpilih karena menawarkan program yang kontroversial namun populer bagi warganya.

Terakhir, Aksi Bela Islam (ABI) juga disebut-sebut sebagai bagian dari putaran balik gelombang dunia. Para pakar menyebut gejala yang terjadi di Indonesia sebagai populisme-Islam. Meskipun akhirnya kandas di tengah jalan, tidak berhasil merebut kekuasaan.

Mungkin populisme sendiri sebenarnya bukan gejala baru. Ia gejala lama yang ada sejak dulu kala dan hadir dalam setiap pergolakan sosial-politik. Istilah ini pun muncul kemarin-kemarin. Ia telah lama digunakan para sarjana. Hanya saja, istilah ini kembali menjadi perhatian setelah masyarakat begitu cemas dengan putar badan yang dilakukan AS. Lalu sejauh mana dampaknya bagi Indonesia? Apakah akan sedahsyat derita paranoia Bush? Kita lihat saja. ***   

Comments

Popular posts from this blog

Syekh Magelung Disambut Ki Gede Karangkendal (3)

Gerbang menuju makam Ki Krayunan, yang dikenal dengan nama Ki Gede Karangkendal, Ki Tarsiman dan Buyut Selawe. Dok. Pribadi. ATAS perintah Sunan Gunung Jati, Syekh Magelung menuju ke arah utara, daerah Karangkendal.   Daerah Karangkendal saat itu bukan daerah kosong yang tidak ada penghuninya. Saat Syekh Magelung datang ke Karangkendal, di situ sudah ada pemukiman yang dipimpin oleh Ki Krayunan yang mendapat gelar Ki Gede Karangkendal.   Gelar tersebut bukan gelar yang diberikan rakyat melainkan sebuah gelar kepangkatan. Adapun tanda kepangkatannya sebagai Ki Gede Karangkendal adalah bareng sejodo / bareng jimat . Tanda kepangkatan tersebut diberikan langsung oleh Mbah Kuwu Cirebon kepadanya. Di daerah Karangkendal sendiri terdiri dari dua karang (tanah) yang dipisahkan oleh sebuah sungai kecil. Daerah sebelah utara disebut Karang Krayunan sementara daerah sebelah selatan disebut Karang Brai. Ki Gede Karangkendal disebut juga dengan nama Ki Krayunan karena menempati d

Pangeran dari Negeri Syam (1)

Petilasan Syekh Bentong dan Jaka Tawa. Dok: pribadi. ALKISAH , ada seorang pangeran dari Negeri Syam yang memiliki sebuah kesusahan, rambutnya tak bisa dipotong. Rambutnya terus tumbuh dan tumbuh hingga sang pangeran telah dewasa. Hal itu tentu menggelisahkan. Suatu hari, dalam sebuah kepasrahan total kepada Sang Pencipta, dia mendengar sebuah suara yang merasuk ke kalbunya. Suara halus itu mengisyaratkan kepadanya ada seseorang di Tanah Jawa yang bisa memotong rambutnya yang panjang tersebut. Sebuah kabar yang menggembirakan. Dia pun berangkat ke Jawa dengan membawa dua perahu besar. Perahu pertama membawa perbekalan seperti makanan dan minuman. Sementara perahu kedua membawa kitab suci Al-Quran dan kitab-kitab lainnya tentang agama Islam dari negerinya. Sebelum sampai ke Tanah Jawa, dia singgah di beberepa tempat diantaranya adalah daerah Cempa dan Wandan. Dari dua daerah tersebut dia membawa serta dua orang yang kelak menjadi orang kepercayaannya.

Para Murid Syekh Magelung (4)

Suasana sore hari di sekitar depok di dalam komplek Makam Syekh Magelung Sakti. Dok. Pribadi.  SEPENDEK yang penulis ketahui, banyak sekali murid yang pernah belajar di Pesantren Karang Brai. Akan tetapi, murid Syekh Magelung yang termashur diantaranya adalah Ki Jare/Ki Campa, Ki Tuding/Ki Wandan yang kuburannya dapat ditemukan di Desa Tegal Semaya Kecamatan Krangkeng Kabupaten Indramayu. Kemudian ada Raden Mantri Jayalaksana dari Desa Wanakersa (sekarang Desa Kertasura) Kecamatan Kapetakan Kabupaten Cirebon, Ki Braja Lintang (Ki Lintang) dari Rengasdengklok Karawang, Ki Buyut Tambangan, Ki Gede Ujung Anom, Ki Pati Waringin, Nyi Gede Manukan dan Ki Gede Tersana dari Kertasemaya, Kabupaten Indramayu. Di bawah ini adalah sebagian cerita rakyat mengenai beberapa murid Syekh Magelung sakti: