Skip to main content

Hari Pertama ke Rumah


Hari ini mimi mu nekat minta balik ke rumah kita. Sebenarnya nenekmu melarangnya. Tapi pagi-pagi benar, mimi mu merajuk. Akhirnya saya turuti.

Sesampainya di rumah kita, mimi mu menangis luar biasa melihatmu kembali dari masa lalu dan hadir dalam benda-benda kesayanganmu: bajumu, jaketmu, sepatumu, mainanmu, dan setiap sudut rumah di mana kau bermain dengan riang.
Aku ingatkan ibumu untuk jangan telalu dalam. Tapi dia menjawab dengan mantap bahwa tangisnya itu bukan ratap, hanya kangen. Begitu katanya.
Mendengar jawaban itu, saya pun tak kuat menahan tangis. Ada campuran aneh antara sedih sekaligus bangga punya istri hebat dan anak cerdas.
Saya lihat, sambil menangis, semua barang-barangmu dia bereskan. Dia masukkan dalam tas besar. Rencananya barang-barang itu mau disimpan di rumah nenekmu. Biar kami tak lagi terus bersedih saat melihat semua tentangmu.
Kami memang sudah tak butuh fetish semacam benda itu karena kamu sudah ada di dalam dada kami. Saat kangen, kami hanya akan panggil namamu dan kau akan hadir bersama kami. Tertawa, menangis, dan melet bersama.
Meskipun kami tahu seperti yang ada di foto, kau suka usil dengan tidak mau begitu saja menuruti setiap perintah. Saya jadi ingat mimi mu, kamu pemberontak. Seperti mama mu kamu usil dan gelo. Kamu benar-benar sudah menjadi kami.
Kita sudah menjadi satu. Jadi ini semua hanya masalah waktu, nak. Kau telah lepas dari jeratnya sementara kami masih terkungkung di dalamnya. Kamu telah bersama penciptaMu dan kami belum. Hanya masalah waktu.
Saya senang telah dipilih menjadi Mama mu, nak. Saya tahu mimi mu juga amat senang melahirkan, merawat, dan membesarkanmu.
Ingat nak, setiap namamu kami panggil, bilanglah selalu: tak usah menangis lagi.

Comments

Popular posts from this blog

Syekh Magelung Disambut Ki Gede Karangkendal (3)

Gerbang menuju makam Ki Krayunan, yang dikenal dengan nama Ki Gede Karangkendal, Ki Tarsiman dan Buyut Selawe. Dok. Pribadi. ATAS perintah Sunan Gunung Jati, Syekh Magelung menuju ke arah utara, daerah Karangkendal.   Daerah Karangkendal saat itu bukan daerah kosong yang tidak ada penghuninya. Saat Syekh Magelung datang ke Karangkendal, di situ sudah ada pemukiman yang dipimpin oleh Ki Krayunan yang mendapat gelar Ki Gede Karangkendal.   Gelar tersebut bukan gelar yang diberikan rakyat melainkan sebuah gelar kepangkatan. Adapun tanda kepangkatannya sebagai Ki Gede Karangkendal adalah bareng sejodo / bareng jimat . Tanda kepangkatan tersebut diberikan langsung oleh Mbah Kuwu Cirebon kepadanya. Di daerah Karangkendal sendiri terdiri dari dua karang (tanah) yang dipisahkan oleh sebuah sungai kecil. Daerah sebelah utara disebut Karang Krayunan sementara daerah sebelah selatan disebut Karang Brai. Ki Gede Karangkendal disebut juga dengan nama Ki Krayunan karena me...

Para Murid Syekh Magelung (4)

Suasana sore hari di sekitar depok di dalam komplek Makam Syekh Magelung Sakti. Dok. Pribadi.  SEPENDEK yang penulis ketahui, banyak sekali murid yang pernah belajar di Pesantren Karang Brai. Akan tetapi, murid Syekh Magelung yang termashur diantaranya adalah Ki Jare/Ki Campa, Ki Tuding/Ki Wandan yang kuburannya dapat ditemukan di Desa Tegal Semaya Kecamatan Krangkeng Kabupaten Indramayu. Kemudian ada Raden Mantri Jayalaksana dari Desa Wanakersa (sekarang Desa Kertasura) Kecamatan Kapetakan Kabupaten Cirebon, Ki Braja Lintang (Ki Lintang) dari Rengasdengklok Karawang, Ki Buyut Tambangan, Ki Gede Ujung Anom, Ki Pati Waringin, Nyi Gede Manukan dan Ki Gede Tersana dari Kertasemaya, Kabupaten Indramayu. Di bawah ini adalah sebagian cerita rakyat mengenai beberapa murid Syekh Magelung sakti:

Islam Pos-Kolonial

Hubbul   wathon minal iman , cinta tanah air adalah sebagian dari iman. Kalau diingat, jargon tersebut dipopulerkan ulama pesantren yang mengartikulasikan terma wathon dengan sangat lincah. Lihat pula bagaimana pada tahun 1914 Kiayi Wahab Chasbullah dan Kiai Mas Mansur mendirikan organisasi pendidikan dan dakwah dengan nama Nahdhatul Wathon .  Hal ini membuktikan bahwa kesadaran kebangsaan sudah ada dan jauh meresap dalam jiwa orang-orang Islam di pesantren. Jauh sekali sebelum kelompok konservatif-skripturalis kembali menggugat wathon dengan konsep keberagamannya satu dekade terakhir ini. Pesantren senantiasa menyatukan diri dengan dinamika kehidupan bangsa Indonesia. Dan karena yang menjadi titik utama perjuangan mereka adalah pendidikan dan dakwah, maka sebenarnya tugas utama yang belum tuntas adalah terus men- transformasi kan pengetahuan kebangsaan yang telah lama dipahami oleh leluhur kepada semua warganya untuk saat ini dan masa depan. Adalah satu kesulitan ...