Hari ini mimi mu nekat minta balik ke rumah kita. Sebenarnya nenekmu melarangnya. Tapi pagi-pagi benar, mimi mu merajuk. Akhirnya saya turuti.
Sesampainya di rumah kita, mimi mu menangis luar biasa melihatmu kembali dari masa lalu dan hadir dalam benda-benda kesayanganmu: bajumu, jaketmu, sepatumu, mainanmu, dan setiap sudut rumah di mana kau bermain dengan riang.
Aku ingatkan ibumu untuk jangan telalu dalam. Tapi dia menjawab dengan mantap bahwa tangisnya itu bukan ratap, hanya kangen. Begitu katanya.
Mendengar jawaban itu, saya pun tak kuat menahan tangis. Ada campuran aneh antara sedih sekaligus bangga punya istri hebat dan anak cerdas.
Saya lihat, sambil menangis, semua barang-barangmu dia bereskan. Dia masukkan dalam tas besar. Rencananya barang-barang itu mau disimpan di rumah nenekmu. Biar kami tak lagi terus bersedih saat melihat semua tentangmu.
Kami memang sudah tak butuh fetish semacam benda itu karena kamu sudah ada di dalam dada kami. Saat kangen, kami hanya akan panggil namamu dan kau akan hadir bersama kami. Tertawa, menangis, dan melet bersama.
Meskipun kami tahu seperti yang ada di foto, kau suka usil dengan tidak mau begitu saja menuruti setiap perintah. Saya jadi ingat mimi mu, kamu pemberontak. Seperti mama mu kamu usil dan gelo. Kamu benar-benar sudah menjadi kami.
Kita sudah menjadi satu. Jadi ini semua hanya masalah waktu, nak. Kau telah lepas dari jeratnya sementara kami masih terkungkung di dalamnya. Kamu telah bersama penciptaMu dan kami belum. Hanya masalah waktu.
Saya senang telah dipilih menjadi Mama mu, nak. Saya tahu mimi mu juga amat senang melahirkan, merawat, dan membesarkanmu.
Ingat nak, setiap namamu kami panggil, bilanglah selalu: tak usah menangis lagi.
Comments
Post a Comment