Skip to main content

Pesan Agama dari Orang Tua Cirebon


Dalam salah satu buku lama berbahasa Cirebon ada satu pesan agama yang cukup mendalam. Saya pikir pesan ini sesuai untuk kondisi keberagamaan bangsa kita saat ini.
Banyak bahasa Cirebon di dalam naskah ini yang saya tidak kenali lagi, sehingga bagi yang mengetahui terjemahan yang lebih baik agar menambahkan di kolom komentar. Inilah sekadar yang bisa saya tangkap:

***
Kabeh bae, wong kang urip ning alam dunya iki, poma-poma, aja sok itang itung tai lutung, pagudreg urusan agama. Agama kudu den agungaken.
Marga kawruhana ning sira, yen satemene agama kang asale saking Kuasane Gusti Allah iku, beli adoh kaceke, beda syarekat bari istilahe bae.
Pulane samengko lamun sira nganut agama, utamakna anggönira netepi agamanira, kanti ati kang mantep, gelem njalanang ibadah agama bener-bener. Aja nganti kesasar ning dalan kang salah.
Setuhune wong urip ning alam dunya iku kudu brayan, bantu-bebantu, anggone nggoleti sejahteraning urip. Poma aja sok gelem maido, utawa ngecening sepepada. Apa maning gelem pagudreg rebutan harta, tahta, wanita, bari kedok agama.
Marga agama iku kudu den luguni. Kena sira pagudreg parosa-rosa gawe prakarsa, mbangun upaya, luruh kemulyaane urip.
Gawea persatuan. Sanajana pisan, bari para penganut agama liyan."
***
Artinya:
“Ingatlah, semua orang yang hidup di dunia ini jangan pernah hitung-hitungan dalam masalah agama. Agama harus diagungkan.
Pahamilah kalau sesungguhnya agama yang berasal dari Kuasa Gusti Allah itu tidak jauh berbeda, hanya beda organisasi dan istilahnya saja.
Kalau kamu menganut agama maka sungguh-sungguhlah berkomitmen menetapi agamamu dengan hati yang mantap dan menjalankan beribadah dengan benar. Jangan sampai tersesat di jalan yang salah.
Manusia hidup di dunia ini harus guyub, saling membantu, untuk bersama-sama mencari kesejahteraan hidup. Ingat, jangan pernah berkata jelek atau menghina orang lain. Apa lagi ramai-ramai berebut harta, tahta, wanita, dengan kedok agama.
Maka agama itu harus diikuti. Kamu boleh sekuat tenaga berusaha dan berupara demi kemuliaan hidup.
Bersatulah! Bersatu dengan para penganut agama lain.”

Comments

Popular posts from this blog

Syekh Magelung Disambut Ki Gede Karangkendal (3)

Gerbang menuju makam Ki Krayunan, yang dikenal dengan nama Ki Gede Karangkendal, Ki Tarsiman dan Buyut Selawe. Dok. Pribadi. ATAS perintah Sunan Gunung Jati, Syekh Magelung menuju ke arah utara, daerah Karangkendal.   Daerah Karangkendal saat itu bukan daerah kosong yang tidak ada penghuninya. Saat Syekh Magelung datang ke Karangkendal, di situ sudah ada pemukiman yang dipimpin oleh Ki Krayunan yang mendapat gelar Ki Gede Karangkendal.   Gelar tersebut bukan gelar yang diberikan rakyat melainkan sebuah gelar kepangkatan. Adapun tanda kepangkatannya sebagai Ki Gede Karangkendal adalah bareng sejodo / bareng jimat . Tanda kepangkatan tersebut diberikan langsung oleh Mbah Kuwu Cirebon kepadanya. Di daerah Karangkendal sendiri terdiri dari dua karang (tanah) yang dipisahkan oleh sebuah sungai kecil. Daerah sebelah utara disebut Karang Krayunan sementara daerah sebelah selatan disebut Karang Brai. Ki Gede Karangkendal disebut juga dengan nama Ki Krayunan karena me...

Para Murid Syekh Magelung (4)

Suasana sore hari di sekitar depok di dalam komplek Makam Syekh Magelung Sakti. Dok. Pribadi.  SEPENDEK yang penulis ketahui, banyak sekali murid yang pernah belajar di Pesantren Karang Brai. Akan tetapi, murid Syekh Magelung yang termashur diantaranya adalah Ki Jare/Ki Campa, Ki Tuding/Ki Wandan yang kuburannya dapat ditemukan di Desa Tegal Semaya Kecamatan Krangkeng Kabupaten Indramayu. Kemudian ada Raden Mantri Jayalaksana dari Desa Wanakersa (sekarang Desa Kertasura) Kecamatan Kapetakan Kabupaten Cirebon, Ki Braja Lintang (Ki Lintang) dari Rengasdengklok Karawang, Ki Buyut Tambangan, Ki Gede Ujung Anom, Ki Pati Waringin, Nyi Gede Manukan dan Ki Gede Tersana dari Kertasemaya, Kabupaten Indramayu. Di bawah ini adalah sebagian cerita rakyat mengenai beberapa murid Syekh Magelung sakti:

Islam Pos-Kolonial

Hubbul   wathon minal iman , cinta tanah air adalah sebagian dari iman. Kalau diingat, jargon tersebut dipopulerkan ulama pesantren yang mengartikulasikan terma wathon dengan sangat lincah. Lihat pula bagaimana pada tahun 1914 Kiayi Wahab Chasbullah dan Kiai Mas Mansur mendirikan organisasi pendidikan dan dakwah dengan nama Nahdhatul Wathon .  Hal ini membuktikan bahwa kesadaran kebangsaan sudah ada dan jauh meresap dalam jiwa orang-orang Islam di pesantren. Jauh sekali sebelum kelompok konservatif-skripturalis kembali menggugat wathon dengan konsep keberagamannya satu dekade terakhir ini. Pesantren senantiasa menyatukan diri dengan dinamika kehidupan bangsa Indonesia. Dan karena yang menjadi titik utama perjuangan mereka adalah pendidikan dan dakwah, maka sebenarnya tugas utama yang belum tuntas adalah terus men- transformasi kan pengetahuan kebangsaan yang telah lama dipahami oleh leluhur kepada semua warganya untuk saat ini dan masa depan. Adalah satu kesulitan ...