Skip to main content

Penulis dan Pengetik


ADA-ada saja. Sebuah pertanyaan meluncur dari mulut seorang kawan. Dia tetiba bertanya, "apa bedanya penulis dengan pengetik?"

Hah. Jujur baru dengar ada istilah pengetik. Saya pun bertanya pada dia, "tukang ketik kalee. bukan pengetik."


"Bukan tukang ketik. Tapi pengetik," katanya. "Tahu ngga jawabannya?" cerocos dia.

Dan saya pun diam menunggu temanku itu ndermemel menjelaskan apa perbedaan penulis dan pengetik. Dan inilah penjelasan dari belio.

***

Penulis itu amat cinta dengan kata-kata. Dia akan berhati-hati dengan setiap kata yang dia tulis. Sekali tulis akan susah dihapus. Penulis dibesarkan bersama dengan pena yang goresannya sulit dihapus. Permanen.

Orang yang menulis tentu tak ingin tulisannya yang "abadi" itu dibaca orang lain dengan respon yang negatif. Tiap kata kalau bisa diukir dan dipikir masak-masak, direnungkan baik buruknya. Baru kemudian ditulis.

Nah, pengetik hidup dalam iklim yang berbeda. Dia besar bersama microsoft word yang setiap katanya bisa dihapus dengan mudah. Cukup tekan tombol backspace atau delete. Untuk hapus semua cukup Ctrl+A lalu delete. Kalau langsung hangus tanpa masuk ke tong sampah bisa tekan Shift+delete. Sungguh mudah. Atau cukup dengan menekan undo.

Pengetik hidup bersama QWERTY. Yang bisa dibawa-bawa kemana pun. Tak butuh persiapan dan situasi khusus untuk mengetik. Mengetik bisa dari mana saja, dalam kondisi emosi macam apa saja. Siapapun bisa melakukannya, bahkan yang belum pernah membaca buku sekalipun.

Iklim seperti ini yang membuat pengetik tak perlu mengukir dan memikir. Apalagi mikirnya sampai masak. Tak usah. Itu merepotkan bagi mereka.

Dan sekarang, kata temanku, kita hidup di saat generasi pengetik sedang berada di puncak piramida populasi dunia.

Populasi mereka kian bertambah karena banyak orang yang tidak nyaman hidup di alam penulis akhirnya bermigrasi ke gaya hidup pengetik.

Sebuah pemberontakan kultural dari mereka yang tidak terbiasa mikir dulu sebelum menyebarkan informasi. Mereka yang tersiksa saat menggunakan akal sehatnya.

Kemarin, kata temanku, dia berjalan bersama mereka untuk bermigrasi. Dan di atas gerbang kaum pengetik tertulis dengan jelas: Selamat, Anda tidak perlu berpikir dulu untuk mengetik.

"Alah, kamu ngarang," kataku.

"Sungguh saya membayangkan ini betul-betul terjadi dalam pikiranku," katanya.

Aku pun terdiam seribu bahasa. Speechless.[]

Comments

Popular posts from this blog

Syekh Magelung Disambut Ki Gede Karangkendal (3)

Gerbang menuju makam Ki Krayunan, yang dikenal dengan nama Ki Gede Karangkendal, Ki Tarsiman dan Buyut Selawe. Dok. Pribadi. ATAS perintah Sunan Gunung Jati, Syekh Magelung menuju ke arah utara, daerah Karangkendal.   Daerah Karangkendal saat itu bukan daerah kosong yang tidak ada penghuninya. Saat Syekh Magelung datang ke Karangkendal, di situ sudah ada pemukiman yang dipimpin oleh Ki Krayunan yang mendapat gelar Ki Gede Karangkendal.   Gelar tersebut bukan gelar yang diberikan rakyat melainkan sebuah gelar kepangkatan. Adapun tanda kepangkatannya sebagai Ki Gede Karangkendal adalah bareng sejodo / bareng jimat . Tanda kepangkatan tersebut diberikan langsung oleh Mbah Kuwu Cirebon kepadanya. Di daerah Karangkendal sendiri terdiri dari dua karang (tanah) yang dipisahkan oleh sebuah sungai kecil. Daerah sebelah utara disebut Karang Krayunan sementara daerah sebelah selatan disebut Karang Brai. Ki Gede Karangkendal disebut juga dengan nama Ki Krayunan karena menempati d

Pangeran dari Negeri Syam (1)

Petilasan Syekh Bentong dan Jaka Tawa. Dok: pribadi. ALKISAH , ada seorang pangeran dari Negeri Syam yang memiliki sebuah kesusahan, rambutnya tak bisa dipotong. Rambutnya terus tumbuh dan tumbuh hingga sang pangeran telah dewasa. Hal itu tentu menggelisahkan. Suatu hari, dalam sebuah kepasrahan total kepada Sang Pencipta, dia mendengar sebuah suara yang merasuk ke kalbunya. Suara halus itu mengisyaratkan kepadanya ada seseorang di Tanah Jawa yang bisa memotong rambutnya yang panjang tersebut. Sebuah kabar yang menggembirakan. Dia pun berangkat ke Jawa dengan membawa dua perahu besar. Perahu pertama membawa perbekalan seperti makanan dan minuman. Sementara perahu kedua membawa kitab suci Al-Quran dan kitab-kitab lainnya tentang agama Islam dari negerinya. Sebelum sampai ke Tanah Jawa, dia singgah di beberepa tempat diantaranya adalah daerah Cempa dan Wandan. Dari dua daerah tersebut dia membawa serta dua orang yang kelak menjadi orang kepercayaannya.

Para Murid Syekh Magelung (4)

Suasana sore hari di sekitar depok di dalam komplek Makam Syekh Magelung Sakti. Dok. Pribadi.  SEPENDEK yang penulis ketahui, banyak sekali murid yang pernah belajar di Pesantren Karang Brai. Akan tetapi, murid Syekh Magelung yang termashur diantaranya adalah Ki Jare/Ki Campa, Ki Tuding/Ki Wandan yang kuburannya dapat ditemukan di Desa Tegal Semaya Kecamatan Krangkeng Kabupaten Indramayu. Kemudian ada Raden Mantri Jayalaksana dari Desa Wanakersa (sekarang Desa Kertasura) Kecamatan Kapetakan Kabupaten Cirebon, Ki Braja Lintang (Ki Lintang) dari Rengasdengklok Karawang, Ki Buyut Tambangan, Ki Gede Ujung Anom, Ki Pati Waringin, Nyi Gede Manukan dan Ki Gede Tersana dari Kertasemaya, Kabupaten Indramayu. Di bawah ini adalah sebagian cerita rakyat mengenai beberapa murid Syekh Magelung sakti: