Mereka berduyun-duyun, mengantre bahkan kadang berebut untuk mendapatkan aktualitas dirinya sebagai muslim dengan membeli berbagai komoditas yang “Islami”.
Padahal, komoditas tetaplah sebuah komoditas. Sebagai sebuah benda yang dalam skemanya anut pada prinsip komoditas, bukan prinsip agama.
Perasaan keagamaan yang didapatkan karena kepuasaan setelah membeli komoditas tersebut bukanlah perasaan autentik, bukan perasaan ilahiah akan tetapi hanya kepuasan dalam rangka memenuhi hasrat belaka.
Hasrat pun muncul menjadi berhala baru setelah berhala-berhala kaum pagan ditinggalkan. Sebenarnya Al-Quran sudah memperingatkan perihal ini:
“Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya. Maka apakah kamu bisa menjadi pemelihara atasnya?” (QS Al-Furqon: 43).
Comments
Post a Comment