Aku terbayang lagi wajahmu
Yang wujudnya tak bisa lagi dimengerti
Apinya telah padam, menjelma gelap
Tapi panasnya tak juga hilang
Tangis dan jeritanmu waktu itu
Mengiris-iris seluruh badanku
Sakitmu itu kini tak lagi nampak
Tapi ngiluku bersemayam semakin dalam
Kau anakku dan aku ayahmu
Dan kau sendirian di sana
Katanya di surga
Katanya akan memanggil kami, bersamamu
Benar tidaknya tak peduli
Tapi kau anakku dan aku ayahmu
Aku sakit setiap mendengar laramu
Ngilu ini sungguh menyiksa
Bagaimana bisa aku menjerit untuk melepaskannya
Sementara orang-orang di sekitarku tak melihatmu
Lusa 100 harimu
Saat ini, di atas kereta kau duduk di sampingku
Dan kuciumi pipimu
Kusapu rambutmu dengan tanganku
Dadaku berdetak kencang
Tanganku gemetaran
Kakiku kaku
Mataku berlinang kenangan
Kupeluk tubuhmu yang ringkih
Tak ada kehangatan
Tersisa hanya dingin
Kau sekejap menjadi angin
Aku menangisi diriku sendiri
Anggit, kemarilah
Kau tahu, aku sedang berkalang rindu
Biasanya kau menyambutku
Kepulanganku tak pernah sehampa sekarang
Rumah kita kini kosong
Kau tak ada di sana
Bunga yang dulu bermekaran kini berguguran
Lalu untuk apa aku pulang?
Comments
Post a Comment