Skip to main content

Sini, di Luar Hujan


HUJAN sudah turun. Sini, masuk ke dalam. Lekas meneduh, biar tidak kebasahan. Kalau kamu basah dan masuk angin, toh aku juga yang sedih.

Tapi kau terlihat enggan. Air hujan adalah berkah, katamu. Dan dalam hujan, bersemayam rindu yang tak lekang oleh waktu.

"Dalam hujan, aku bisa mengingatnya," katamu, pagi itu.

Bulir-bulir hujan jatuh ke atas tanah yang telah becek. Menjelma lumpur. Sebagian kecil pekarangan samping rumah sudah mulai tergenang air. Dan pola-pola melingkar sahut menyahut mengiringi jatuhnya tetesan air.

Tetesan-tetesan itu seperti penari saman, membentuk pola berulang yang atraktif. Dari setitik kemudian kian membesar, lalu hilang. Sebelum datang tetesan berikutnya.

Seperti rinduku padanya. Awalnya kecil, lalu membesar, sebelum akhirnya hilang dan menyatu. Lalu datang lagi rindu berikutnya.

Sini, Nak. Di luar hujan. Aku akan sedih kalau kau kedinginan. Tapi kau bilang, hanya dingin yang mampu mempertemukan aku dan kamu.

Lewat jendela bercat putih, di depan rumah kulihat ada tiga anak kecil bermain dengan riang. Dua perempuan dan satu lelaki. Mereka berlari dan melompat merayakan hujan.

Tiba-tiba saja senyumku mengembang.

Saya membayangkan yang lelaki itu adalah saya. Dan dua anak perempuan itu adalah kamu dan ibumu. Kita bertiga sebaya, bermain hujan dan merayakan kegembiraan.

Kita bahagia.[AR]

Comments

Popular posts from this blog

Syekh Magelung Disambut Ki Gede Karangkendal (3)

Gerbang menuju makam Ki Krayunan, yang dikenal dengan nama Ki Gede Karangkendal, Ki Tarsiman dan Buyut Selawe. Dok. Pribadi. ATAS perintah Sunan Gunung Jati, Syekh Magelung menuju ke arah utara, daerah Karangkendal.   Daerah Karangkendal saat itu bukan daerah kosong yang tidak ada penghuninya. Saat Syekh Magelung datang ke Karangkendal, di situ sudah ada pemukiman yang dipimpin oleh Ki Krayunan yang mendapat gelar Ki Gede Karangkendal.   Gelar tersebut bukan gelar yang diberikan rakyat melainkan sebuah gelar kepangkatan. Adapun tanda kepangkatannya sebagai Ki Gede Karangkendal adalah bareng sejodo / bareng jimat . Tanda kepangkatan tersebut diberikan langsung oleh Mbah Kuwu Cirebon kepadanya. Di daerah Karangkendal sendiri terdiri dari dua karang (tanah) yang dipisahkan oleh sebuah sungai kecil. Daerah sebelah utara disebut Karang Krayunan sementara daerah sebelah selatan disebut Karang Brai. Ki Gede Karangkendal disebut juga dengan nama Ki Krayunan karena menempati d

Para Murid Syekh Magelung (4)

Suasana sore hari di sekitar depok di dalam komplek Makam Syekh Magelung Sakti. Dok. Pribadi.  SEPENDEK yang penulis ketahui, banyak sekali murid yang pernah belajar di Pesantren Karang Brai. Akan tetapi, murid Syekh Magelung yang termashur diantaranya adalah Ki Jare/Ki Campa, Ki Tuding/Ki Wandan yang kuburannya dapat ditemukan di Desa Tegal Semaya Kecamatan Krangkeng Kabupaten Indramayu. Kemudian ada Raden Mantri Jayalaksana dari Desa Wanakersa (sekarang Desa Kertasura) Kecamatan Kapetakan Kabupaten Cirebon, Ki Braja Lintang (Ki Lintang) dari Rengasdengklok Karawang, Ki Buyut Tambangan, Ki Gede Ujung Anom, Ki Pati Waringin, Nyi Gede Manukan dan Ki Gede Tersana dari Kertasemaya, Kabupaten Indramayu. Di bawah ini adalah sebagian cerita rakyat mengenai beberapa murid Syekh Magelung sakti:

Pangeran dari Negeri Syam (1)

Petilasan Syekh Bentong dan Jaka Tawa. Dok: pribadi. ALKISAH , ada seorang pangeran dari Negeri Syam yang memiliki sebuah kesusahan, rambutnya tak bisa dipotong. Rambutnya terus tumbuh dan tumbuh hingga sang pangeran telah dewasa. Hal itu tentu menggelisahkan. Suatu hari, dalam sebuah kepasrahan total kepada Sang Pencipta, dia mendengar sebuah suara yang merasuk ke kalbunya. Suara halus itu mengisyaratkan kepadanya ada seseorang di Tanah Jawa yang bisa memotong rambutnya yang panjang tersebut. Sebuah kabar yang menggembirakan. Dia pun berangkat ke Jawa dengan membawa dua perahu besar. Perahu pertama membawa perbekalan seperti makanan dan minuman. Sementara perahu kedua membawa kitab suci Al-Quran dan kitab-kitab lainnya tentang agama Islam dari negerinya. Sebelum sampai ke Tanah Jawa, dia singgah di beberepa tempat diantaranya adalah daerah Cempa dan Wandan. Dari dua daerah tersebut dia membawa serta dua orang yang kelak menjadi orang kepercayaannya.