Skip to main content

Tidak Hanya Bertiga

DUA puluh empat Agustus. Ya, hari ini tepat dua tahun setelah kau lahir. Hari di mana kau pertama kali menawarkan senyum dan harapan besar pada kami.

Sedari awal pun kami titipkan impian besar bersama, agar hidup penuh bahagia. Setiap hari adalah membagi peran dan bekerja penuh semangat untuk menghidupi mimpi.

Kami bangun rumah tempat kita berteduh, merencanakan masa depan, untuk kita bertiga kelak. Hanya bertiga saja, tak ada yang lain.

Tapi mimpi itu pupus sudah. Berakhir bersama kau. Iya, kamu mendahului semua mimpi itu. Di hari ulang tahunmu yang kedua, kau sudah tidak bersama kami.

Kami tidak sedih karena punya orang-orang hebat di samping kiri dan kanan. Yang menemani, dan menguatkan. Bahwa hidup ini lebih besar dari sekadar siklus lahir lalu mati.

Orang-orang hebat itulah sejatinya yang paling berjasa dalam setiap kehidupan. Mereka adalah orangtua, saudara, guru, dan para sahabat.

Salah seorang guru bijak bestari bahkan sudah membisikkan sebuah syair Kahlil Gibran, 'Anakmu Bukan Anakmu' beberapa hari setelah kamu lahir. Sebuah pesan yang jauh mendahului kepergianmu. Sebuah wangsit agar kami tetap yakin sedari awal bahwa kamu bukan milik kami.

Mereka-merekalah yang membuat kami yakin bahwa hidup tak cuma bertiga. Kami semua, seluruh manusia, adalah keluarga.

Tepat di hari ulang tahunmu yang kedua, kami kirimkan rasa kasih ini ke saudara yang di Lombok. Boneka dan mainan kesayanganmu, Anggit, kami kirimkan ke sana. Ke keluarga kita di sana.

Mereka sedang merasa sedih seperti yang pernah kita rasa. Pedih yang sama, kecemasan yang sama yang pernah membekapmu setahun lamanya.

Meski tak seberapa, kami berharap rasa kasih ini akan meringankan beban mereka. Karena kami percaya apa yang datang dari hati akan mudah diterima hati. Selamat ulang tahun, Nak. Semoga anak-anak di Lombok sana bahagia selalu.[AR]

Comments

Popular posts from this blog

Syekh Magelung Disambut Ki Gede Karangkendal (3)

Gerbang menuju makam Ki Krayunan, yang dikenal dengan nama Ki Gede Karangkendal, Ki Tarsiman dan Buyut Selawe. Dok. Pribadi. ATAS perintah Sunan Gunung Jati, Syekh Magelung menuju ke arah utara, daerah Karangkendal.   Daerah Karangkendal saat itu bukan daerah kosong yang tidak ada penghuninya. Saat Syekh Magelung datang ke Karangkendal, di situ sudah ada pemukiman yang dipimpin oleh Ki Krayunan yang mendapat gelar Ki Gede Karangkendal.   Gelar tersebut bukan gelar yang diberikan rakyat melainkan sebuah gelar kepangkatan. Adapun tanda kepangkatannya sebagai Ki Gede Karangkendal adalah bareng sejodo / bareng jimat . Tanda kepangkatan tersebut diberikan langsung oleh Mbah Kuwu Cirebon kepadanya. Di daerah Karangkendal sendiri terdiri dari dua karang (tanah) yang dipisahkan oleh sebuah sungai kecil. Daerah sebelah utara disebut Karang Krayunan sementara daerah sebelah selatan disebut Karang Brai. Ki Gede Karangkendal disebut juga dengan nama Ki Krayunan karena me...

Para Murid Syekh Magelung (4)

Suasana sore hari di sekitar depok di dalam komplek Makam Syekh Magelung Sakti. Dok. Pribadi.  SEPENDEK yang penulis ketahui, banyak sekali murid yang pernah belajar di Pesantren Karang Brai. Akan tetapi, murid Syekh Magelung yang termashur diantaranya adalah Ki Jare/Ki Campa, Ki Tuding/Ki Wandan yang kuburannya dapat ditemukan di Desa Tegal Semaya Kecamatan Krangkeng Kabupaten Indramayu. Kemudian ada Raden Mantri Jayalaksana dari Desa Wanakersa (sekarang Desa Kertasura) Kecamatan Kapetakan Kabupaten Cirebon, Ki Braja Lintang (Ki Lintang) dari Rengasdengklok Karawang, Ki Buyut Tambangan, Ki Gede Ujung Anom, Ki Pati Waringin, Nyi Gede Manukan dan Ki Gede Tersana dari Kertasemaya, Kabupaten Indramayu. Di bawah ini adalah sebagian cerita rakyat mengenai beberapa murid Syekh Magelung sakti:

Islam Pos-Kolonial

Hubbul   wathon minal iman , cinta tanah air adalah sebagian dari iman. Kalau diingat, jargon tersebut dipopulerkan ulama pesantren yang mengartikulasikan terma wathon dengan sangat lincah. Lihat pula bagaimana pada tahun 1914 Kiayi Wahab Chasbullah dan Kiai Mas Mansur mendirikan organisasi pendidikan dan dakwah dengan nama Nahdhatul Wathon .  Hal ini membuktikan bahwa kesadaran kebangsaan sudah ada dan jauh meresap dalam jiwa orang-orang Islam di pesantren. Jauh sekali sebelum kelompok konservatif-skripturalis kembali menggugat wathon dengan konsep keberagamannya satu dekade terakhir ini. Pesantren senantiasa menyatukan diri dengan dinamika kehidupan bangsa Indonesia. Dan karena yang menjadi titik utama perjuangan mereka adalah pendidikan dan dakwah, maka sebenarnya tugas utama yang belum tuntas adalah terus men- transformasi kan pengetahuan kebangsaan yang telah lama dipahami oleh leluhur kepada semua warganya untuk saat ini dan masa depan. Adalah satu kesulitan ...