HARI itu Abu Musa al-Asy'ari mengusulkan kepada Umar bin
Khattab untuk membuat kalender yang akan digunakan umat Islam. Amirul Mukminin
kemudian mengajak para sahabat berdiskusi menentukan kalender tersebut.
Setelah berdiskusi, Umar menetapkan tahun pertama
penanggalan berdasarkan pada peristiwa hijrahnya Nabi dari Mekah ke Madinah.
Meski ada yang mengusulkan ditetapkan saat tahun kelahiran Nabi saja. Ada pula
yang mengatakan sebaiknya ditetapkan pada tahun Muhammad diangkat jadi Nabi.
Ada banyak lagi peristiwa besar seperti kemenangan gilang
gemilang pada saat Perang Badar. Juga perjalanan agung Nabi, Isra Mi'raj.
Tapi sepertinya peristiwa Hijrah amat bermakna di dalam dada
Umar. Baginya, hijrah adalah titik yang paling menentukan bagi perjalanan
ajaran-ajaran Tuhan yang dibawakan Muhammad.
Ada banyak rasa sakit, tetesan darah, kucuran keringat,
derasnya air mata dan kesakitan umat Islam. Tapi semuanya menjadi berbeda saat
mereka berbondong-bondong hijrah ke Madinah.
Fiks, sistem kalender yang ditetapkan Umar kemudian disebut
Hijriyah.
Umar juga menetapkan awal bulan pada setiap tahunnya adalah
Muharam. Bukan di bulan lainnya. Orang Arab Kuno mengawali tahun dengan nama
bulan al-Mu'tamir yang sejajar dengan Safar.
Tapi Umar mempunyai pendapat berbeda. Dalam pertimbangan
Umar, pada bulan Muharam semua umat Islam sudah berada di daerah masing-masing
setelah melaksanakan ibadah haji.
***
Sistem penanggalan Hijriyah berbeda dengan sistem Masehi
yang bersandar pada perjalanan matahari. Kedua sistem penanggalan ini ada
kelebihan dan kekurangannya masing-masing.
Kita umat Islam di Indonesia menggunakan keduanya. Bahkan di
Jawa ada juga yang masih menggunakan penanggalan Jawa dengan hitungan bulan
mengikuti Hijriyah ditambah dengan istilah hari pasaran seperti Pon, Pahing,
Wage, Kliwon, Legi.
Ketiga sistem kalender ini dipakai dan sama-sama diyakini
memberikan efek bagi kehidupan kita. Masehi berguna untuk perubahan musim juga
amat menentukan dalam perhitungan waktu shalat.
Sistem penanggalan ini menjadi sangat penting karena
digunakan secara resmi oleh negara.
Tapi untuk ritual keagamaan, yang banyak digunakan justru
kalender Hijriyah. Seperti pelaksanaan puasa Ramadhan, Idul Fitri, Idul Adha
dan peringatan hari-hari besar Islam dan lainnya.
Sedangkan kalender Jawa yang pertama kali ditetapkan Sultan
Agung banyak dikaitkan dengan primbon, tentang hari baik dan buruk, dan untuk
membaca peruntungan.
Saya tidak banyak mengerti kalender Jawa, tapi yang pasti
pada hari-hari tertentu --seperti Jumat Kliwon-- orang percaya bahwa kekuatan
mistiknya lebih kuat dibanding hari lainnya. Mungkin ada yang bisa menjelaskan?
Apapun itu, tidak ada kalender yang lebih islami/tidak
islami satu dibanding lainnya. Semuanya sama saja. Digunakan sebaik-baiknya
untuk kemaslahatan manusia.[]
Comments
Post a Comment