Skip to main content

Posts

Wasiat Penangkal Terorisme

SIANG itu, saat sholat Jumat di Masjid adz-Dzikro, mapolresta Cirebon. Tidak ada yang menyangka akan menjadi hari yang terkoyak. Setidaknya tidak di masjid tempat orang-orang sedang melaksanakan ibadah. Mendekatkan diri kepada sang pencipta. Tapi apa mau dikata, nyatanya bom bunuh diri itu tetaplah terjadi. Dan korbannya 24 orang terluka, delapan puluh persen adalah polisi. Sementara sang eksekutor bom meninggal dunia. Terakhir, diketahui pelakunya bernama M. Syarif, warga Pekalipan Cirebon. Di Cirebon sendiri bom di masjid pernah terjadi tahun lalu. Tepatnya di masjid Sang Cipta Rasa. Bedanya dengan sekarang, bom itu tidak meledak dan tidak diketahui siapa yang tega “iseng” menaruhnya di masjid. Kedua peristiwa bom tersebut, yang satu meledak dan yang satu tidak. Mempunyai persamaan, yaitu ditaruh di masjid. Tempat ibadah yang suci, dan seharusnya tidak pantas dicemari, bahkan ketika perang sekalipun. Komentar dari berbagai pihak berseliweran terkait dengan bom di M...

Tersenyumlah

Tersenyumlah nak… Senyum yang lebar Walau udara negeri ini seanyir darah Jangan hiraukan fajar yang tak kunjung datang Lupakan langit yang pekat menjijikan Abaikan semua… Percuma kau menganggap semua ini ada Percayalah… Ini hanya hayalanmu yang payah Ya,,walau tetap buat hati terancam Memaksa pikiranmu jadi kacau Membuat perutmu jadi lapar Anggaplah semua ini tidak ada Seperti fatamorgana, nyata tapi tak ada Tersenyum sajalah nak… Siksa ini tak ada, derita ini tak nyata Ya,, walau cambuknya membuat kulit dan dagingmu terkoyak Pentungannya membuat sendi-sendimu copot Pistolnya membuat tulangmu pecah Percayalah… Anggap saja semua ini tak pernah terjadi Tersenyumlah… Di negara ini itu saja

Keabadian Tanpa Hujan

Tidurlah Siang ini masih pagi Matahari kian lama kian masam Sebelum akhirnya tenggelam tanpa pertunjukan Saat sore menjelang, mentari masih juga enggan Meskipun bumi tetap panas tanpanya Sengatan CO-Pb knalpot tak ada habisnya Diperparah panas politik jelang pilkada Tanpa mentari di siang hari Manusia tetap butuh Air Conditioner Seolah Tuhan salah cipta atas dunia Rekayasa pun menjelma dari mimpi manusia tentang surga Tidurlah Sebentar lagi hujan Beberapa hari lagi banjir melanda riang Jangan lupa sedia payung serta selimut panjang Tidurlah Sebelumnya siapkan weker Setel jam dimana nanti kita bangun Dalam keabadian tanpa hujan, tanpa banjir

Mendung di Langit, Mendung di Bumi

Kau renggut cahaya kehangatan Saat mentari tak kunjung nampak Mendung hitam menyimpan berjuta dendam Menyiapkan diri menghancurkan manusia Aku mendengar cerita tentang dosa di masa lalu Tentang bumi yang terlalu congkak Tentang perebutan pintu-pintu surga Tentang pengkhianatan keharmonisan alam semesta Bumi bagi langit adalah pendosa hina Kerusakan alam dimana-mana Limbah mengalir lebih deras dari tsunami Anehnya, semua diam saja Dosa ini milik siapa? Tapi bumi seperti seorang Ibu Marahnya adalah diam dalam kasih sayang Langit pun menjelma menjadi Bapa Kemurkaan menjadi raja Berkumpullah mendung kelam penuh kebencian Bersiap menghalau setiap ceruk kehidupan Mengirim banjir duka dalam mekanisme bernama hujan Tanah tidak siap Saat sampah masih menjadi primadona Dan tumbuhan lenyap entah kemana Penebusan dosa pun lunas dengan tangisan air mata

Kisah Hujan di Negeri Air

Anak kecil menangis saat hujan mencumbu bumi Air laut pun enggan menetap dalam ruang kerinduan Di negeri amarta Air menyimpan beribu cerita, suka dan duka Negeri para air berkumpul dan berpesta kubangan Tempat di mana manusia berhati api bermata beton Saat lubang jalan bersolek menciprati roda-roda Hardikan, cacian, makian bertubi-tubi melelang gerimis Kiranya di mana matanya bersandar Di klakson dan bangunan arogan berdinding magma Negeri amarta, Negara air para Wali berkumpul Dalam hujan yang menyimpan mendung manusia Hanya ada nyinyir pas photo di pinggir jalan tengah kota

Puasa dan Budaya Pop

MELIHAT dan memperhatikan bagaimana umat Islam menyambut bulan puasa dan merayakan ‘Iedul Fitri tiap tahunnya semakin membuat dahi berkerut. Bulan puasa selalu dibanjiri dengan hura-hura dan perayaan tanpa makna. Acara-acara televisi dengan sihirnya menghipnotis dan melancarkan propaganda yang berkiblat pada komoditas tertentu. Komoditas yang mana kita tidak bisa menentukan sendiri informasi yang kita inginkan. Itu yang  di dalam rumah, di luar rumah hiruk pikuk aneka panganan, minuman dan jajanan sangat mencengangkan, ramai sekali. Bulan puasa yang dalam logika diperintahkannya adalah membuat orang hidup sederhana dan bersikap bersahaja ternyata terselewengkan.  Tingkat konsumsi di bulan puasa meningkat drastis dibanding bulan selainnya. Apalagi jika seperti sekarang, sudah mendekati hari raya. Tempat perbelanjaan, pasar, dan jalan-jalan penuh sesak dengan orang berjualan dan pembelinya. Sadar atau tidak, agama dan praktik keag...

Gamelan: Mediator Menuju Estetika dan Spiritualitas

MASYARAKAT Indonesia barangkai lebih banyak menggandrungi musik-musik modern dan menggunakan alat-alatnya daripada musik tradisi. Bahkan orang-orang urban mengatakan bahwa musik yang mempunyai cita rasa tinggi adalah jazz ataupun musik klasik gubahan beethoven atau mozart . Beralihnya perhatian masyarakat dari musik tradisi ke musik impor (barat, arab, dsb.) memang dipengaruhi oleh banyak faktor. Selain karena akulturasi budaya yang tidak berimbang juga karena kita lupa untuk mengembangkan dan mengkreasikan musik tradisi dengan benar. Seperti sepinya pengembangan dalam musik gamelan, musik khas nusantara. Gamelan adalah salah satu musik tradisi di Jawa, Bali dan daerah lain di Indonesia. Biasanya gamelan masih dijaga kesakralannya, sehingga dia tidak mudah untuk terpengaruh arus asing. Meskipun demikian karena dianggap sangat sakral, gamelan tidak banyak dimainkan kecuali hanya pada upacara-upacara tertentu. Gamelan sendiri merupakan seperangkat...