Skip to main content

Posts

Menuju Filsafat yang Berkonteks

JUDUL besar di atas adalah judul sebuah buku terbitan Kanisius Yogyakarta yang beberapa tahun lalu saya baca. Dengan modal meminjam dari perpustakaan 400 Kota Cirebon, buku tersebut berhasil membuat saya kebingungan dan penasaran. Sebuah wacana baru yang njelimet memang perlu banyak waktu untuk diendapkan dan berinkubasi. Hingga baru beberapa saat yang lalu, saya kembali terbujuk provokasi buku tersebut dengan semakin banyak menjumpai realitas yang berbeda dan bergumul dengan keragaman fakta serta fenomena. Dari situ mulai ada keyakinan bahwa filsafat yang saya pelajari mempunyai keterbatasan yang dipaksakan. Filsafat yang saya pelajari selalu menawarkan pemikiran akan realitas. Tapi tawaran itu terbatas pada wilayah kesadaran. Di luar wilayah itu, filsafat tidak bisa masuk. Padahal dalam kehidupan, realitas menampakan diri baik dalam kesadaran maupun ketidaksadaran. Peristiwa seperti mimpi, skizofernia, inflasi, adalah wilayah ketidaksadaran yang saat...

Memahami Waktu

Yang fana adalah waktu. Kita abadi: memungut detik demi detik, merangkainya seperti bunga sampai pada suatu hari kita lupa untuk apa. “Tapi, yang fana adalah waktu, bukan?” tanyamu. Kita abadi. (Perahu Kertas, Kumpulan Sajak Sapardi Djoko Damono  1982) PUISI dari Sapardi di atas berjudul  “Yang Fana adalah Waktu”. Sekilas puisi ini menggambarkan bagaimana penulisnya terlalu romantik, berambisi merubah waktu dari nyata menjadi fana. Atau terlalu egois dengan menjadikan manusia abadi walau dengan susah payah harus menafikan waktu. Tak tahu mengapa sejenak berfikir, nalar sedikit setuju. Walau tidak gampang, waktu memang perlu ditaklukkan. Di zaman serba terburu-buru dan terjadwal ini, waktu menjadi hal yang menakutkan. Disiplin. Dalam tradsi Arab-Islam disebut: waktu bagai pedang. Di tradisi barat yang lebih materialis: waktu adalah uang. Maknanya sama, sebenarnya kita ketakutan pada waktu. Waktu dipercaya bisa merenggut nyawa manusia bagai...

Membaca Kertas

KERTAS sudah sedemikian akrab dengan keseharian kita. Tidak ada hari tanpa kertas. Di sekililing kita kertas. Semuanya kertas. Mulai dari makalah tugas kuliah, koran yang tiap hari dibaca, buku, serakan soal ujian, bungkus gorengan, bahkan kitab suci yang kita sakralkan. Sebegitu akrabnya, hingga seringkali lupa dan malas untuk menengok sedikit saja, sebenarnya siapa dia? Kertas yang menjadi bagian dari diri kita itu. Sejarahwan mungkin akan bilang bahwa kertas adalah nama benda pertama kali ditemukan di Mesir sekitar tiga abad sebelum masehi. Mereka menggunakan daun papyrus dengan bentuknya yang lebih ringan daripada media tulis sebelumnya seperti gerabah, batu, tulang, keramik, ataupun logam. Di atas daun papyrus inilah orang Mesir menuliskan dirinya.  Daun “ papyrus” sampai sekarang masih dipakai untuk menyebut kertas (ingg. paper ). Ia menjadi semakin ringan dan praktis saat lembar-lembar tipis itu ternyata bisa dibuat dari serat-serat sekitaran a...

Netralitas Polisi dalam Pilkada

AWAL  tahun depan (2013) Kota Cirebon akan menyelenggarakan sebuah hajat besar, pemilihan Walikota. Memang masih cukup lama hingga gelaran itu dilaksanakan, akan tetapi gemanya sudah dirasakan semenjak sekarang. Spanduk-spanduk, baligho, iklan media cetak. Online maupun elektronik menjadi media yang sudah sejak dini meramaikan hajat tahunan ini. Jargon dan janji para bakal calon pun diumbar dengan sangat merajalela. Dari tahun ke tahun, apalagi pasca reformasi, pemilukada baik pemilihan wakil rakyat maupun pemilihan pimpinan daerah (walik o ta) selalu menjadi magnet tersendiri. Berbagai kepentingan untuk mmeperebutkan jabatan pimpinan sebuah kota selalu saja terjadi. Cita-cita memajukan dan mengembalikan kejayaan Kota Cirebon juga menjadi motif tersendiri bagi orang yang mencalonkan diri. Cita dan keingi nan inilah yang kerap kali menimbulkan kefanatikan dan tidak bisa menerima kekalahan. Untuk menjadi calon walikota saja perlu ratusan bahkan miliyara n rupia...

Tape Berbaju Daun Jambu

SIAPA yang tak kenal tape ketan. Makanan yang bisa dijumpai di wilayah Ciayumajakuning biasanya dibuat hanya saat hajatan. Di Kuningan, tape menjadi jajanan yang sangat istimewa. Tape ketan khas dari daerah lereng gunung Ciremai itu menggunakan bungkus daun jambu.  Biasanya tape ketan hanya dibungkus dengan daun pisang. Aroma daun jambunya menambah kenikmatan rasa tape. Di daerah cigugur dan banyak daerah lain di kuningan pembuatan tape berbungkus daun jambu menjadi trend home industri. Tape ketan ini berbahan baku nasi ketan yang dicampur dengan daun katuk sebagai pewarna alami. Kemudian setelah ditiriskan dan didinginkan, ketan tadi ditaburi dengan ragi, kemudian ketan tadi dibungkus dengan daun jambu yang telah dikukus dan dibersihkan terlebih dahulu. setelah itu ketan ditutup rapat agar proses fermentasi berjalan dengan baik.  Tiga hari setelah penyimpanan tape ketan beraroma daun jambu yang khas pun sudah siap untuk di santap. Tape yang sudah m...